Maksud dari Segala Pencobaan yang Kita Alami: Kemurnian Iman Kita (1 Petrus 1:6-7)

Mungkin hati kita saat ini sedang merasa hampa, kering, dan sepi. Mungkin masalah-masalah kita menumpuk, kita jatuh berulang-ulang kali pada dosa, kita lelah, sedih, rasanya ingin terus menangis, dan kita bertanya, "Dimanakah Tuhan? Apakah Dia tidak ada? Atau Dia tidak mau mendengar doaku? Apakah maksud dari semua cobaan ini?"

Santo Petrus sebenarnya telah menjawab pertanyaan ini melalui sabda Tuhan dalam Alkitab. Satu Petrus bab satu ayat enam hingga tujuh mengatakan:

Berbahagialah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api - sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.  (1 Petrus 1:6-7)

Terima kasih Santo Petrus, berkat bimbingan Roh Kudus ia telah membantu kita menjawab pertanyaan yang akan terus kita tanyakan sepanjang hidup kita. Karena di dalam hidup ini masalah akan terus ada.

Saudara-saudari terkasih, segala pencobaan yang kita alami dalam hidup ini adalah untuk membuktikan seberapa setiakah kita kepada Allah, Tuhan kita. Dengan segala permasalahan, kesedihan, jatuh bangun, air mata yang menetes, dan segala rintangan yang dapat kita bayangkan maupun tidak, apakah kita tetap memilih untuk mengikuti dan mempercayai Yesus, Tuhan kita? Sebab iman kita nilainya jauh lebih daripada emas yang terindah yang dapat kita bayangkan di dunia ini. Dan seperti bagaimana emas itu diuji kemurniannya dengan api, demikianlah iman kitapun diuji kemurniannya, seberapa murnikah hati kita mempercayakan segalanya kepada Tuhan.

Yesus akan datang kembali, dan pada saat itu, Ia akan menghakimi kita. Ia memisahkan yang baik dari yang buruk, seperti seorang nelayan memisahkan ikan hasil tangkapannya dari jalanya (Matius 13:47-50). Dan ingatlah teman-teman, bahwa yang Tuhan lihat bukanlah kecantikan dan keelokan, atau segala keindahan jasmani yang ada dan disukai manusia, namun Tuhan melihat kemurnian hati kita yang tak terlihat oleh mata jasmani. Dan saat itulah, ketika ia melihat bagaimana kita tetap setia pada-Nya walaupun badai menerjang kita berulang-ulang kali dalam hidup ini, kita akan memperoleh pujian dan kemuliaan dan kehormatan, karena kita akan memperoleh hidup kekal, sama seperti para malaikat di sorga.

Jika teman-teman menyadari, Tuhan mengingatkan kita untuk tidak takut sebanyak 365 kali di dalam Kitab Suci (Barangkali Tuhan ingin kita untuk ingat untuk tidak takut setiap hari dalam setiap tahunnya). Maka serahkanlah semua bebanmu kepada Tuhan, serahkan segala ketakutan dan kecemasan, rasa sepi, hampa, atau apapun yang sedang kau alami. Ketahuilah bahwa Tuhan selalu besertamu. Ia sangat mengasihi dan peduli padamu, bahkan Ia mencatat setiap helai rambut pada kepalamu (Matius 10:30). Sebab hanya Yesuslah yang kita perlu.

"Tuhan tak pernah janji langit selalu biru, tetapi Dia berjanji selalu menyertai. Tuhan tak pernah janji jalan selalu rata, tetapi Dia berjanji berikan kekuatan." - Edward dan Justin Faith Chen

Tuhan mengasihimu.

"Benar, Tuhan. Aku Ini Orang Berdosa, Kasihanilah Aku": Iman Sanggup Menyembuhkan (Markus 7:24-30)

Pagi ini aku membaca sebuah Injil dan Injil tersebut sangat menggerakkan hatiku untuk menuliskan ini. Seorang wanita yang anaknya kerasukan setan, merendahkan dirinya dihadapan Yesus dan memohon agar Ia menyembuhkan anaknya. Dan selalu, dan selama-lamanya, belas kasih Yesus berhasil menyembuhkan anak tersebut karena iman perempuan itu yang sungguh percaya. Banyak hal-hal yang dapat dipelajari yang akan kubagikan untukmu disini, dan mari kita mulai. Injilnya bercerita begini:

Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahui, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. (Markus 7:24-26)

Seperti kita sendiri, jika kita berada dalam posisi wanita tersebut, kita akan melakukan segala hal untuk dapat menyembuhkan anak kita yang sangat kita kasihi, mengetahui betapa tersiksanya anak kita oleh perbuatan setan itu yang merusak dirinya. 

Bayangkan, andai kata kamu dalam posisi tersebut, dan kamu adalah orang yang tidak percaya pada Allah. Kemudian datang seseorang, entah dari mana asalnya, melakukan banyak sekali mukjizat (menyembukan orang cacat dan sakit, mengusir roh-roh jahat), dan berita tersebut banyak diperbincangkan orang-orang sehingga akhirnya berita itu sampai pada dirimu. Dan ketika kamu mendengarnya dan mengetahui bahwa ada kemungkinan anakmu bisa disembuhkan, kamu langsung melakukan segala yang memungkinkan untuk mencari orang itu dan memohonkan pertolongannya. Itulah yang mungkin dirasakan oleh ibu tersebut. Ketika ia bertemu Yesus, ia langsung tersungkur dihadapan-Nya.

Kejadian ini juga dituliskan oleh Penginjil Matius, pada bab 15, ayat 21 hingga 28. Namun pada tulisan Matius, ada beberapa bagian penting yang dapat kita pelajari, yang tidak tertulis dalam Injil Markus:

Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." (Matius 15:22-24)

Perempuan itu memohon kepada Yesus dengan mendesak-desak karena ia sangat mengharapkan penyembuhan Yesus (bisa dibayangkan jika kita memohon kepada seseorang untuk menyembuhkan orang yang kita kasihi yang kerasukan setan), dan karena itu murid-murid Yesus mengusulkan untuk mengusir dia. Sebelum itu, Yesus hanya hening saja. Namun, Yesus tetap menjawab bahwa Ia datang untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang dari umat Israel. Yang dimaksud Yesus dengan umat-umat Israel adalah anak-anak keturunan Abraham, atau orang-orang Yahudi yang percaya pada Allah pada zaman itu.

Hal ini bukan berarti Yesus hanya ingin menyelamatkan umat Israel saja, namun mungkin Yesus ingin mengatakan bahwa Ia harus mengutamakan orang-orang yang percaya terlebih dahulu, seperti firman-Nya kepada murid-murid-Nya ketika ia mengutus kedua belas murid-Nya itu:

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: "Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat." (Matius 10:5-7)

Dahulu, kebanyakan orang Samaria termasuk orang-orang penyembah berhala dan tidak percaya pada Allah. Sebagian dari mereka percaya pada Allah karena menikahi keturunan-keturunan Yahudi, namun mereka tetap menyembah allah mereka sendiri.

Maka, setelah Yesus memberitakan injil pada orang-orang percaya dan mengadakan mukjizat-Nya dihadapan mereka (hingga mereka membenci injil-Nya, berbalik dari-Nya atau merasa bahwa mereka tidak layak yang menjadi alasan-alasan bagi mereka untuk menyalibkan Yesus, seperti yang telah terjadi), barulah Yesus memberitakan injil dan mengadakan mukjizat bagi orang-orang yang tidak percaya.

Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan tolonglah aku." (Matius 15:25)

Melihat keheningan dan penolakan Yesus yang pertama, perempuan itu tidak diam saja. Ia tetap percaya bahwa Yesus akan menyembuhkan anaknya dan Ia sanggup melakukannya.

Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenesia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7:26-27)

Disinilah kuasa kasih Allah bekerja kepada siapapun yang percaya dan dengan penuh iman meminta kepada-Nya. Setelah Yesus mendengarkan permohonan perempuan itu kedua kalinya setelah Ia menolaknya, Yesus menjawab seperti yang tertulis dalam Injil Markus diatas. Seperti yang sering Yesus lakukan, Ia berbicara dalam perumpamaan. Dalam hal ini, anak-anak yang Ia maksudkan adalah anak-anak Abraham atau orang Israel yang percaya pada-Nya, atau anak-anak Kerajaan [yang adalah orang-orang Yahudi yang tidak percaya pada Yesus, dan akhirnya menyalibkan-Nya] (buka Matius 8:12), seperti yang Ia maksudkan dengan domba-domba yang hilang sebelumnya. Dan kata 'anjing' dalam konteks ini berbicara tentang orang-orang yang tidak percaya pada Allah. Memang dahulu makna harafiah julukan 'anjing' yang digunakan orang Yahudi untuk para penyembah berhala adalah anjing-anjing liar yang najis. Namun, Yesus menghaluskan makna julukan tersebut. Jika diterjemahkan langsung dari Injil aslinya, arti dari kata anjing yang Yesus maksudkan adalah 'anjing rumahan (anjing rumah tangga) yang kecil' (little dogs; little whelps). Julukan ini dahulu digunakan oleh orang Yahudi untuk berbicara tentang orang-orang yang menyembah berhala dan tidak percaya pada Allah, yang sering dituliskan dalam Alkitab sebagai 'orang kafir'. Sedangkan roti, dimaksudkan sebagai mukjizat-mukjizat penyembuhan yang membawa kekenyangan jiwa dan raga (seperti sebuah roti pada dasarnya). 

Maka makna seluruhnya dari kalimat Yesus adalah (seperti yang Ia telah katakan sebelumnya) bahwa Ia harus mendahulukan anak-anak domba-Nya yang hilang terlebih dahulu, sebab tidak patut membagikan dahulu apa yang seharusnya diberikan untuk anak-anak (sehingga mereka kenyang dulu), kepada orang-orang yang tidak percaya.

Jika kita perhatikan dengan seksama sampai tahap ini, terdapat tiga tahap yang telah dialami perempuan ini dalam usahanya memohonkan penyembuhan dari Yesus untuk anaknya. Yang pertama adalah keheningan; "Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya." Yang kedua, penolakan; "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Dan yang ketiga, kritikan; "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing" (buka Matius 15:23-24,26). Berbagai alasan yang mungkin menjadi penyebab Yesus melakukan segalanya itu pada perempuan tersebut, namun salah satu alasan yang baik dan masuk akal adalah bahwa Yesus ingin menguji iman wanita itu. Dan apa yang dilakukan wanita itu melihat apa yang telah terjadi? Wanita itu tetap bersikeras untuk percaya, dan mukjizat Yesus pun dapat dinyatakan karena imannya.

Maka setelah itu juga, Yesus membuktikan kebenaran firman-Nya, bahwa siapa yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Siapa yang miskin dihadapan Allah, ialah empu (tuan) dalam Kerajaan Sorga. Perempuan itu berkata:

Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang dibawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (Markus 7:28)

Perempuan itu membenarkan apa yang Yesus katakan, tanpa memberi komentar negatif ataupun merasa direndahkan. Dan yang menakjubkan adalah ia bahkan merendahkan dirinya lebih lagi dengan mengatakan bahwa anjing dibawah meja juga memakan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak. Untuk mengerti makna dari kalimat ini, kita perlu membawa perspektif kita pada makna kiasan dari perumpamaan-perumpamaan dalam percakapan Yesus dengan perempuan ini, membandingkan makna sebenarnya dengan makna harafiahnya. Kita pasti memberikan kepada anak kita makanan terlebih dahulu ketika mereka lapar, dan tidak mungkin kita mengambil jatah makanan anak kita dan memberikannya kepada anjing peliharaan kita, membiarkan anak kita kelaparan. Dan yang perempuan itu inginkan hanyalah merendahkan dirinya, dengan menyampaikan bahwa anjing yang dibawah meja juga memakan makanan-makanan yang dijatuhkan oleh anak kita itu. Bahwa ia juga ingin menerima sedikit makanan (mukjizat penyembuhan Yesus, kasih Yesus) yang disisihkan oleh anak-anak itu untuknya, walaupun ia merasa hina dan tidak pantas.

Maka Yesus berkata kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:29-30)

Maka ketika kita meminta apa yang baik pada Allah, merendahkan diri, dan percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah sanggup dan ingin melakukannya untuk kita, tiada yang mustahil bagi-Nya. 

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari wanita ini, terutama imannya. Mungkin dalam hidup kita, kita sering merasa bahwa Allah tidak mendengarkan. Atau mungkin, kita merasa Allah sama sekali tidak hadir dalam hidup kita. Namun ketahuilah, bahwa Ia sebenarnya mendengarkan. Dan terkadang Ia memiliki alasan yang baik untuk tetap diam saja, seperti yang Yesus lakukan pada perempuan itu. Semua yang Ia lakukan baik untuk kita sebab jalan-Nya sempurna (buka Mazmur 18:31), dan Ia tahu apa yang kita perlukan (buka Matius 6:8). Mungkin dosa kita yang memanipulasi keberadaan Allah dalam hidup kita, sehingga kita tidak bisa melihat dan merasakan karya kasih Allah dalam hidup kita. Atau mungkin ada alasan-alasan lain, yang kita sadari maupun yang tidak.

Namun kenyataannya, Allah sungguh mengasihi kita, dan Ia ingin kita semua percaya dan kembali pada dekapan kasih-Nya, serta menikmati kebenaran-Nya (buka 1 Timotius 2:4). Maka mulai dari sekarang ini juga, belajarlah dari iman perempuan ini. Mintalah pada Allah, rendahkanlah dirimu dihadapan-Nya [menyadari bahwa kita orang berdosa], dan percayalah bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Dan jika itu baik dimata-Nya, maka Ia pun tidak akan sungkan untuk mengabulkan permohonanmu demi kemuliaan-Nya, karena Ia sungguh mengasihi kita.

Tuhan Yesus mengasihimu, selamanya.

Pengampunan oleh Belas Kasihan: Kebenaran dalam Mengampuni Sesama

Allah kita adalah Allah yang maha pengasih. Kita mungkin sering tidak menyadari makna sebenarnya dari pernyataan tersebut dan kurang mengindahkannya. Kesibukan-kesibukan duniawi, dosa-dosa kita, menghindari kita untuk mengerti dan merasakan kasih Allah dalam hari-hari kita (buka Yesaya 59:2). Ketika kita mendengar orang membaca firman Allah, "Allah mengasihi kita semua" atau "Kasih-Nya tidak berkesudahan," mungkin kita menganggapnya terlalu remeh dan tidak berusaha mencari makna yang sesungguhnya terkandung dalam kebenaran itu. Seperti benih yang ditaburkan oleh penabur dan jatuh pada tanah yang berbatu-batu, kemudian kering dan layu oleh teriknya sinar matahari karena benih tersebut tidak berakar, firman Allah yang kita dengarkan mungkin seringkali tidak kita indahkan. Dan sebelum benih firman tersebut dapat tumbuh dalam hati kita, iman kita akan firman tersebut terguncang dan akhirnya kita melupakannya (Perumpamaan tentang Seorang Penabur; buka Matius 13:3-9,18-23).

Salah satu berkat, atau bahkan mungkin berkat yang mencakup semua berkat-berkat lainnya yang Allah karuniakan kepada kita adalah kasih-Nya. Allah sendiri adalah Kasih (buka 1 Yohanes 4:8). Maka, tidak heran mengapa Yesus berkata bahwa perintah yang paling besar yang Ia berikan pada kita adalah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita, serta mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (buka Markus 12:30-31), karena Ia ingin kita dan semua orang merasakan kasih-Nya yang luar biasa itu. Tidak ada perintah yang lebih utama dari pada yang dua ini. Ia adalah Kasih, dan Ia ingin menyatukan kita semua bersama Dia dalam kasih-Nya.

Dan karena kasih Allah yang begitu besar pada kita, Yesus menunjukkannya dengan menjalankan penderitaan yang Ia alami menjelang penyaliban serta wafat-Nya di Kalvari, persis sesuai dengan kehendak Bapa. Ia melaksanakan segalanya sebab Ia sangat mengasihi kita dan karena kita berharga di mata-Nya (buka Yesaya 43:4). Dan walaupun (jika kita pandang dengan perspektif duniawi kita) kita tidak pantas menerima pengampunan-Nya karena dosa-dosa kita yang begitu banyak, kita tetap berharga bagi-Nya dan Ia tetap mengalirkan kasih-Nya pada kita, karena Ia sendiri yang merasa bahwa kita berharga bagi-Nya. Segala yang Ia jalankan di Kalvari, segala penderitaan fisik maupun mental yang Ia rasakan, mulai dari diolok, diludahi, ditinju, dicambuk (buka Yohanes 19:1), hingga dipaku pada kayu salib, Ia melakukannya hanya untuk kita (walaupun mungkin dengan pemahaman duniawi kita yang terbatas kita belum dapat mengerti seutuhnya bagaimana pengorbanan Yesus dapat membawa pembebasan bagi kita dari segala dosa, namun itu tidak harus menjadi alasan yang menghindari kita untuk menerima kasih penyelamatan-Nya). Ia membukakan jalan bagi kita kepada Bapa, dan tanpa memandang dosa dan segala kesalahan terburuk yang mungkin pernah kita lakukan terhadap sesama maupun terhadap Dia sendiri, Ia bersedia membenarkan kita yang percaya kepada-Nya dihadapan Bapa. Betapa mulianya belas kasih Allah jika kita mau menerimanya! Inilah yang dimaksud dengan kasih yang tidak berkesudahan, yang tidak memandang kesalahan, tidak memandang ras, ataupun tempat, tidak peduli laki-laki ataupun perempuan, orang miskin ataupun kaya, dan yang paling penting, tidak menuntut balasan atau ganti rugi.

Nah, hal yang samalah yang Yesus ingin kita lakukan terhadap saudara-saudara kita, yaitu untuk mengasihi mereka seperti Allah telah mengasihi kita (buka Yohanes 13:34). Dan mari kita fokus pada satu hal yang sangat penting dalam mengasihi yang Yesus ajarkan. Salah satu cara mengasihi yang sering Yesus tekankan adalah untuk mengampuni sesama kita. Dalam artikelku yang berjudul Yesus Mengajarkan: Kasihilah Musuhmu (Lukas 6:27-36), terdapat beberapa penjelasan mengenai bagaimana mengasihi musuh-musuh kita dengan mendoakan dan memberkati mereka, seperti yang tertera dalam Kitab Suci. Namun, mengapa kita harus melakukannya? Mengapa kita harus mengasihi sesama kita dan mengampuni mereka meskipun kita disakiti, dan memaafkan mereka berapa kalipun mereka menganiaya kita?

Jawabannya adalah karena Allahlah yang telah dahulu mengasihi kita meskipun kita berulang kali berdosa dihadapan-Nya.

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah ia harus juga mengasihi saudaranya. (1 Yohanes 4:19-21)

Jika kita katakan dalam bahasa zaman sekarang, Allah itu invisible, atau tembus pandang. Dan ini sangat masuk akal, bahwa jika kita tidak mengasihi orang-orang disekitar kita yang dapat kita lihat, bagaimana mungkin kita mengasihi Allah yang tidak dapat kita lihat dengan mata jasmani? Kata orang zaman ini, "Yang bisa dilihat aja gak dikasihi, apalagi yang gak kelihatan wujudnya." Dan yang menakjubkan adalah, dengan mulai mengasihi sesama kitalah kita dapat merasakan betapa besar kasih Allah yang tidak terbatas itu terhadap kita semua manusia, tanpa terkecuali.

Yesus menggambarkan bagaimana Allah mengampuni kita jika kita mengampuni sesama kita dengan sebuah perumpamaan yang Ia katakan setelah Ia mengajarkan Simon Petrus untuk tidak pernah berhenti memaafkan orang yang bersalah kepadanya (buka Matius 18:21-22). Perumpamaannya adalah sebagai berikut:

"Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (Matius 18:23-27)

Talenta, pada zaman itu, merupakan ukuran mata uang yang sangat besar. Beberapa ahli menghitung satu talenta sebagai upah 20 tahun kerja seorang buruh, atau berkisar antara $1,000 hingga $30,000 mata uang zaman sekarang. Seperti raja tersebut melunaskan hutang hambanya yang sungguh besar itu, demikianlah Allah menghapuskan segala dosa kita yang mengakui segala kesalahan kita dan memohon pengampunan pada-Nya. Seorang raja yang adalah manusia biasa saja dapat berbelas kasih seperti itu, apa lagi Allah yang kasih-Nya tidak pernah habis untuk kita. Namun, apa yang hamba tersebut perbuat setelah raja tersebut mengampuninya?

"Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya." (Matius 18:28-30)

Mari kita refleksikan perbuatan hamba ini terhadap perbuatan kita masing-masing. Apa yang kita lakukan setelah Allah mengampuni dosa-dosa kita? Adakah kita mengampuni sesama kita, atau menghina dan memaksa mereka dengan kekerasan untuk mengganti rugi semua kesalahannya, kemudian menghukum mereka? Mengetahui Allah telah membebaskan kita dari segala dosa kita yang sungguh tak terhitung jumlahnya, apakah kita juga mengampuni dan mengasihi sesama kita yang berbuat dosa terhadap kita?

"Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapaku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (Matius 18:31-35)

Apabila kita tidak mengampuni sesama kita atas segala kesalahan mereka dengan penuh kasih dan ketulusan, Bapa juga tidak akan mengampuni kita. Melalui perumpamaan ini, Yesus menggambarkan dengan begitu nyata bagaimana kasih Allah bekerja dalam pengampunan. 

Sama seperti ketika kita melihat seorang anak kecil yang bersalah pada kita dengan memecahkan layar handphone kita yang begitu mahal karena kecerobohannya, dan kita hendak menghukumnya. Dan pada saat yang bersamaan seorang teman anak kecil itu tidak sengaja memecahkan mainan robotnya yang begitu berharga baginya. Kemudian temannya itu merasa bersalah, membungkuk, membereskan mainan yang telah pecah itu, dan meminta maaf padanya. Dan seketika itu juga anak yang memecahkan handphone kita itu membantu temannya merapikan mainan itu, mengangkatnya untuk berdiri, merangkul bahunya dan berkata, "Tidak apa, aku udah maafin kok." Temannya pun tersenyum haru. Anak itu melanjutkan, "Hei cuaca sangat sejuk, ayo kita main sepeda!" Dan mereka segera melupakan apa yang telah terjadi. Betapa kita ingin memaafkan kesalahan anak yang telah memecahkan handphone kita itu karena ia juga telah memaafkan temannya! Inilah contoh kuasa kasih dalam pengampunan, seperti raja dalam perumpamaan yang Yesus berikan diatas.

Allah adalah satu-satunya pembuat hukum, dan Ia adalah Hakim itu sendiri (buka Yakobus 4:12). Ia yang berkuasa menentukan siapa yang akan diselamatkan dan dibinasakan, siapa yang akan memperoleh hidup kekal bersama-Nya dan siapa yang akan dicampakkan kedalam api neraka. Namun kebenaran yang menakjubkan dari kasih adalah kuasanya untuk mengalahkan penghakiman (buka Yakobus 2:13). Dan Allah yang adalah Kasih itu sendiri, akan selalu bersedia mengampuni kita apabila kita mengampuni sesama kita, seperti kita memaafkan anak yang menjatuhkan handphone kita tadi karena ia juga memaafkan temannya. Belas kasihan akan menang atas penghukuman, dan itulah keindahan dari Allah yang adalah sumber kasih itu sendiri. Ia akan selalu bersedia mengampuni apabila kita juga mengampuni sesama kita.

Mengetahui kuasa kasih Allah yang selalu mengalir untuk kita, baiknya kita pancarkan juga kasih-Nya terhadap sesama seperti bagaimana Ia memancarkannya pada kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk melatih kesabaran kita dalam segala tantangan dan godaan. Ia mengatakan:

"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." (Kolose 3:12-13)

Apapun yang orang perbuat terhadap kita, bagaimanapun mereka menyakiti hati kita, ampunilah mereka saat itu juga karena kita tahu bahwa Allah telah mengampuni kita terlebih dahulu, dan dengan itulah kita melaksanakan kehendak-Nya. Singkirkanlah segara kemarahan, kegeraman, kepahitan, fitnah, dan segala sesuatu yang disenangi oleh tubuh, yang pastinya mengarah kepada kejahatan dan kehancuran. Jadilah ramah dan penuh belas kasih terhadap sesama di dalam Kristus (buka Efesus 4:31-32).

Mungkin juga kita sering kali tidak begitu menyadari makna doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan, khususnya bagian "dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" (buka Matius 6:12). Di situlah kita disadarkan kembali setiap kali kita mendoakan doa tersebut, bahwa Allah mengampuni kita, dan kita juga sudah seharusnya mengampuni sesama kita.

Bagi yang masih sering mengutuk (mengucapkan kata-kata kasar dan tidak layak terhadap sesama), hentikanlah itu mulai dari saat ini juga, karena Allah sungguh tidak menyukainya. Seperti kata Santo Paulus, "Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (buka Roma 12:14,17-19). Bagi yang telah terbiasa mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya sehingga segalanya terjadi begitu spontan (misalnya ketika terserempet mobil, atau ketika disenggol, dsb, kata-kata tersebut langsung terlontarkan), mulailah perlahan-lahan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut, dimulai dengan niat. Jika kita berniat untuk mengubah kebiasaan tersebut, tentunya dengan meminta bimbingan Yesus, Ia pasti akan membantu kita. Dan ingat, tiada yang mustahil bagi-Nya apabila kita mau percaya pada-Nya (buka Matius 19:26). Yesus juga bahkan mengingatkan kita:

"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." [Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.] (Markus 11:25-26)

Jika ada kebencian di dalam hatimu terhadap seseorang, buanglah semuanya itu saat ini juga. Mintalah bantuan Yesus untuk memaafkannya, katakan pada Yesus, "Tuhan ajari aku untuk mengampuninya. Ampunilah aku atas segala dosaku terhadapnya, dan ampunilah juga dia atas segala kesalahan yang telah ia perbuat terhadapku seperti Engkau telah mengampuni dosa-dosaku. Berkatilah kami dan lindungi kami dari segala yang jahat." Berdoalah dan mintalah pada Yesus untuk membimbing kita mengingat segala kebencian di masa lalu yang mungkin telah kita lupakan dan tidak kita sadari saat ini. Perlahan-lahan Tuhan akan mengingatkan kita kembali, dan saat itu juga ampunilah mereka atas segala yang telah mereka perbuat terhadapmu di dalam nama Yesus, serta buanglah segala rasa benci yang masih ada dalam hatimu.

Maka aku berdoa, mulai dari saat ini, kamu yang sedang membaca artikel ini boleh dibimbing oleh Tuhan Yesus untuk dapat mengampuni sesamamu setiap kali mereka bersalah padamu, seperti Yesus yang mengampuni kita semua yang bersedia mengulurkan tangan pada-Nya, tanpa memandang dosa-dosa kita. Yesus berfirman:

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:44-45)

Tuhan menyertai kita semua, kini dan selama-lamanya. Amin. 

Menjadi Seperti Anak Kecil: Penyerahan Penuh Pada Bapa

Menjadi Seperti Anak Kecil: Penyerahan Penuh Pada Tuhan Religious Tommy Helvin Aldrick Kedatangan Yesus,Yesus,Kasih,kehendak Allah,Mengasihi sesama,Kerajaan Allah,Ajaran Yesus,mengampuni,mengasihi,perintah Allah,
Untuk Loveily.

Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:2-3)

Mungkin banyak orang yang bingung apa yang dimaksudkan Yesus tentang menjadi seperti anak kecil ketika Ia merangkul seorang anak dan mengatakan kalimat dalam ayat di atas (buka Markus 9:36-37). Tentang bertobat, mungkin kita lebih mengerti. Bertobat dari segala kesalahan dan dosa-dosa kita, mengakui kesalahan kita dihadapan Allah dan memohon pengampunan dari-Nya (yang akan dengan tulus memberikannya tanpa rasa sungkan sedikitpun; buka 1 Yohanes 1:9). Tetapi apa makna dari perkataan Yesus tentang menjadi seperti anak kecil?

Mungkin ada yang berfikir kita harus menjadi ceria dan girang dimanapun dan kapanpun seperti anak kecil pada umumnya. Atau dalam kata lain, kita tidak seharusnya mempedulikan apa yang orang pikirkan seperti anak kecil yang bebas melakukan apa yang ia inginkan dihadapan orang-orang. Atau seperti anak kecil, kita diharuskan untuk tidak terlalu banyak berbicara di depan orang yang belum kita kenal. Semua ini memang karakteristik anak kecil pada umumnya. Namun, mungkin ada interpretasi lain yang Yesus ingin sampaikan, yang lebih sesuai dengan kehendak-Nya.

Saya ingin mengajak kamu untuk menyadari bahwa kasih orang tua pada anaknya dapat dibilang merupakan salah satu kasih yang paling besar, paling tulus, paling ikhlas (tidak mengharapkan balasan), dan paling indah, dan yang paling kita kenal dalam kehidupan kita di dunia ini, karena tentu kita semua tentu mempunyai orang tua yang melahirkan kita. Maka saya ingin berkata, bersyukurlah jika orang tuamu mengasihimu, karena ada sungguh banyak orang diluar sana yang tidak mendapatkan kasih yang luar biasa indah itu karena berbagai alasan (orang tuanya dulu menjalani kehidupan yang keras sehingga susah mengasihi anaknya; orang tuanya dianiaya secara fisik ataupun batin sehingga hidupnya mengarah ke hal-hal yang mencari kesenangan sementara seperti mabuk-mabukan, seks bebas, pembunuhan, dan dosa-dosa lainnya, sehingga mereka tidak tahu apa arti kasih karena tidak mengalaminya sendiri, sehingga tidak bisa membagikannya pada anaknya). Kamu boleh mencoba untuk bertanya pada orang tua yang mengasihi anaknya bagaimana perasaan mereka ketika anak mereka baru saja lahir. Sembilan dari sepuluh kejadian, mereka akan menangis karena orang yang mereka kasihi secara alamiah (pada dasarnya) telah lahir. Dan bahkan saat anaknya masih didalam kandungan pun orang tuanya telah mengasihinya. Inilah betapa besarnya kasih orang tua terhadap anaknya yang sesungguhnya. Namun seringkali, dosalah yang menghalangi orang tua untuk merasakan dan membagikan kasih yang indah itu, memisahkan mereka dari Allah (buka Yesaya 59:2).

Seperti itulah kasih Bapa pada kita. Namun Bapa adalah yang baik adanya dan baik seutuhnya, tanpa noda dosa, dan yang adalah sumber kasih dan adalah Kasih itu sendiri (buka 1 Yohanes 4:8). Bisa bayangkan betapa lebih besar kasih Bapa pada kita anak-anak-Nya? Kasih-Nya sungguh tak terbatas untuk kita!

Jika kita simak ajaran-ajaran Yesus, kebanyakan Yesus mengajarkan kita menggunakan perumpamaan karena salah satu alasannya adalah bagaimana kita dapat mengerti akan hal-hal yang tidak pernah kita alami atau saksikan sebelumnya? Bagaimana kita dapat mengerti jika Yesus mengatakan semua ajaran-ajaran dan kebenaran-Nya secara terang-terangan? Sama seperti halnya saat kita berbicara tentang perasaan saat menyaksikan matahari terbenam di tepi pantai. Bagaimana kita dapat mengerti indahnya perasaan tersebut jika kita tidak pernah menyaksikannya? Kita harus menjelaskan pada orang yang belum pernah menyaksikannya, "Oh, itu seperti ketika engkau sedang melihat wanita yang sangat engkau idamkan dan engkau menghela nafas panjang sambil tersenyum karena ia begitu cantik dan manis." Begitu pula halnya dengan ajaran-ajaran Yesus yang belum pernah kita saksikan, seperti tentang Kerajaan Allah, dsb.

Yesus mengajarkan kita untuk menyebut Allah sebagai Bapa (seperti yang Ia sendiri lakukan saat Ia melayani sebagai manusia di bumi) adalah karena kasih Bapa sungguh menyerupai kasih seorang ayah pada anaknya. Itulah alasan mengapa kita memanggil-Nya Bapa, dan kita dipanggil sebagai anak-anak-Nya. Dengan mengumpamakannya sebagai kasih orang tua pada anaknya, kita bisa membayangkan dan merasakan dengan hidup betapa besar kasih Allah Bapa pada kita, walaupun di dunia ini dosa masih memisahkan kita untuk menerima kasih-Nya secara utuh.

Dan seperti seorang ayah di dunia ini yang tahu akan apa yang anak-anaknya butuhkan (makanan, pakaian, ataupun mainan) dan apa yang baik dan yang buruk untuk mereka (contohnya seperti pisau, bagi anak-anak yang masih belum mengerti bahwa benda tersebut dapat melukai mereka), demikian pula Bapa mengetahui apa yang baik untuk kita dan akan selalu memberikan yang terbaik itu untuk kita anak-anak-Nya (dijelaskan oleh Yesus saat Ia berkhotbah di bukit, tentang Hal Kekuatiran; injil Matius 6:25-34). Bahkan kita yang berdosa tahu memberikan yang baik untuk anak-anak kita, apalagi Bapa disorga yang tanpa dosa dan yang adalah sumber kasih? Ia tentu memberikan yang terbaik untuk kita semua. Yesus menjelaskannya demikian:

"Bapa manakan diantara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Lukas 11:11-13)

Dan seperti seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa sejak mereka baru lahir dan mempercayakan semuanya pada orang tuanya (apa yang harus mereka makan, minum, pakaian apa yang harus mereka pakai, apa mereka boleh bermain dengan api), demikian juga Yesus ingin kita menyerahkan segalanya seluruhnya kepada-Nya. Baik saat kita senang maupun saat mengalami pergumulan, seperti seorang anak kecil yang percaya pada orang tuanyalah Yesus ingin kita mempercayakan semuanya kepada-Nya. Saat kita dihina, saat kita terjatuh, saat kita mengalami musibah, Yesus ingin kita mempercayakan segala yang akan terjadi hanya kepada-Nya karena Ia tahu apa yang kita butuhkan, dan Ia selalu memberikan yang terbaik untuk kita, sebab rencana-Nya sempurna (Mazmur 18:30).

Dan seorang anak kecil harus melakukan apa yang orang tuanya perintahkan agar ia tidak masuk kedalam bahaya atau mengalami sesuatu yang merugikan dirinya. Mereka tidak protes, tidak berkomentar banyak, mungkin terkadang mereka akan bertanya apa alasannya, namun mereka tetap melakukan apa yang diperintahkan. Jika mereka tidak menuruti nasihat orang tua mereka, maka mereka dapat terluka oleh pisau atau terbakar oleh api. Kita pun demikian terhadap Bapa di sorga. Allah ingin kita menjalankan perintah-perintah-Nya dan melakukan kehendak-Nya untuk kebaikan kita karena Ia ingin kita mengalami rencana-Nya yang sempurna, dan ingin menjauhkan kita dari segala yang membahayakan kita. Namun jika kita tidak mendengarkan dan melaksanakannya, kita akan terluka secara rohani seperti seorang anak kecil terluka secara fisik ataupun mental. Yesus bersabda:

"Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (Matius 6:8)

Terkadang jika kita dihadapkan dengan situasi yang sulit (direndahkan, diremehkan, difitnah, diolok, dan penganiayaan lainnya), kita bertanya-tanya pada Tuhan, "Mengapa segalanya harus seperti ini? Mengapa aku harus diperlakukan seperti ini? Kapan semua ini akan berlalu? Bagaimana aku bisa melewati semua ini?" Bahkan yang lebih parah lagi, kita marah pada Tuhan. Dan kemudian yang sering terjadi, kita berbalik dari Tuhan karena merasa bahwa Ia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan kita dan berhenti berdoa, berhenti ke gereja, kemudian beralih ke kehidupan duniawi yang penuh dosa (klub, narkoba, rokok, dsb) hanya untuk mencari kepuasan untuk sementara, namun semuanya tidak bertahan lama.

Seorang anak kecil yang terluka oleh pisau mungkin menangis dan mengatakan bahwa itu sakit. Namun ia tidak banyak berkomentar dan bertanya-tanya, seperti yang kita lakukan pada Allah. Ia hanya diam, membiarkan ayahnya membersihkan dan mengobati lukanya ketika ia masih menangis kesakitan, sambil mendengarkan ayahnya mengatakan, "Semuanya akan baik-baik saja nak, kamu akan sembuh." Namun ayah akan juga memberi perintah untuk jangan menyentuh lukanya atau jangan bermain pisau dahulu, mengingat umurnya yang masih belum mapan. Jika anak itu bermain pisau lagi, maka kemungkinan ia akan terluka lagi. Jika anak itu bertanya mengapa ia dapat terluka, mungkin ia tidak akan mengerti atau percaya apabila ayahnya menjelaskannya kepadanya, dan akan tetap bermain pisau.


Seperti itulah kira-kira bagaimana kita dapat menyerahkan sepenuhnya segala kondisi dalam kehidupan kita yang sulit kepada Allah Bapa yang senantiasa bersedia membersihkan dan memulihkan luka kita. Seperti anak kecil itu pula, mungkin jika Allah menjelaskan kepada kita mengapa semuanya terjadi, mungkin kita tidak akan mengerti. Namun seiring waktu, semakin kita dewasa dalam bimbingan Allah, semakin kita bisa melihat gambaran besarnya (the big picture) dari rencana Allah yang sempurna untuk kita. Buanglah segala keinginan untuk memprotes, helalah nafas, tersenyumlah dan katakan pada Bapa, "Aku tahu ini sulit, tapi aku tahu Engkau tahu semua yang sedang terjadi dan aku tahu kebenarannya, bahwa rencana-Mu sempurna, bahwa Engkau tahu dan selalu memberikan apa yang ku perlu. Dan aku tidak akan banyak bertanya dan akan membiarkan Engkau memulihkan lukaku, sambil aku melaksanakan apa yang Engkau kehendaki."


Pernah mendengar orang tua yang sambil menangis haru dan memeluk anaknya, mengatakan kepada anaknya, "Kamu adalah milikku, kamu adalah milikku, dan aku sangat mengasihimu," saat anaknya baru lahir? Bapa pun mengatakan demikian kepada kita dalam hangat pelukan-Nya. Kita adalah milik Allah. Kita diciptakan oleh Allah dan untuk Allah (buka Roma 11:36).

Mungkin terkadang sulit bagi kita dalam berbagai situasi hidup untuk melaksanakan ini. Terkadang kita diolok, dihina, dianiaya, walaupun kita sudah melakukan yang baik dan mencoba semampu kita, dan kita tidak tahan dengan segala sakit yang kita rasakan. Namun jangan lupa bahwa Allah selalu ada untuk kita dan mengasihi kita (buka Matius 28:20). Ia selalu memperhatikan kita dan Ia tahu apa yang sedang terjadi, dan yang Ia inginkan adalah kita memutarkan badan kita dan menghadap pada-Nya, memeluk-Nya (yang selalu merentangkan tangan-Nya untuk kita dan menunggu kita meraih-Nya) dan mempercayakan segalanya pada-Nya karena kita tahu bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja, segala sesuatu ada dalam kendali-Nya. Maafkanlah dia yang menganiaya kamu, seperti apa yang Yesus perintahkan, dan segala yang lain serahkan pada Yesus, dan kamu akan merasakan rencana-Nya yang indah bagimu.

Dengan ini, kita mengerti betapa luas, betapa besar, betapa indah, dan betapa mulianya kasih Allah pada kita, layaknya orang tua yang sungguh-sungguh mengasihi anak-anaknya. Bagi kita yang melaksanakan apa yang Ia perintahkan, segala rencana-Nya yang indah akan terjadi dalam hidup kita dan kita boleh melihat kemuliaan-Nya dinyatakan. Sebenarnya masih banyak karakteristik anak kecil yang dapat kita terapkan dalam kehidupan spiritual kita (seperti anak kecil yang biasanya tidak mau mendengarkan perkataan orang asing dan ketika bertemu orang asing, dan karena takut mereka kembali berlari kepada orang tuanya dan memeluknya, kita juga bisa berpaling kepada Allah dan memeluk-Nya ketika mendengarkan bisikan-bisikan dan kebohongan iblis dan roh-roh jahat; ketulusan dan kemurnian seorang anak; dan masih banyak contoh lainnya), namun saya percaya dengan menerapkan apa yang kamu baca saat ini, kamu akan dapat mengerti betapa besar kasih-Nya dan kamu akan dituntun oleh Allah untuk semakin berserah pada-Nya yang memilih dan mengasihi kita bahkan sebelum dunia ada (buka Efesus 1:4), layaknya orang tua yang mengasihi anaknya bahkan saat masih dalam rahim ibunya. Dalam bahasa moderen, we learn by doing, dalam arti kita belajar dengan cara melakukannya.


Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:2-4)

Allah mengasihi kita semua, anak-anak-Nya.

Kasih Allah Pada Manusia: Betapa Berharga Kita di Mata Allah

Kasih Allah Pada Manusia: Betapa Berharga Kita di Mata Allah Religious Tommy Helvin Aldrick Kedatangan Yesus,Yesus,Kasih,kehendak Allah,Mengasihi sesama,Kerajaan Allah,Ajaran Yesus,Mengampuni,Mengasihi,Mengasihi Allah,Berharga
Untuk Feder.


Zaman ini adalah zaman yang dipenuhi dengan penghakiman. Tidak seperti zaman dahulu yang dipenuhi dengan peperangan dan pembunuhan, sekarang dosa-dosa manusia telah mengarah kepada pengnilaian akan sesama ('dia berdosa', 'dia bersalah', 'dia lebih baik daripada orang itu', 'aku tidak suka dengan dia', 'dia yang benar', 'dia orang jahat', dsb). Walaupun masih banyak juga dosa-dosa percabulan dan pembunuhan saat ini, namun menghakimi sesama adalah dosa yang hampir dapat terjadi di situasi apapun, kapanpun, dimanapun pada zaman moderen ini. Bahkan di rumah tangga yang rukun sekalipun penghakiman dapat terjadi dengan begitu mudah, dan seakan-akan itu bukanlah sebuah dosa. Seakan-akan menghakimi itu makanan kita sehari-hari, dan kita tidak sadar kalau menghakimi itu sesuatu yang fatal dan bukanlah kehendak Allah. Yesus berkata saat Ia berkhotbah di bukit:

"Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, dan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2)

Yesus sendiri mengajarkan kita untuk tidak menilai sesama kita, terutama atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat, supaya kita tidak sendiri tidak dihakimi. Dalam bahasa sehari-hari, Yesus ingin mengatakan bahwa apa yang kita katakan tentang orang lain, atau penghakiman apa yang kita lakukan terhadap sesama kita (ukuran yang kita pakai), demikian jugalah kita akan dihakimi, baik di dunia ini maupun pada saat hari penghakiman nanti (buka Matius 13:47-50).

Tanpa kita sadari, penghakiman yang sering terjadi di dalam lingkungan kita inilah (beserta segala dosa lainnya) yang menimbulkan pikiran dan perasaan bahwa kita tidak berharga. Suara-suara yang sering kita dengar di pikiran kita, seperti: 'Kamu tidak ada artinya, kamu tidak berharga, kamu bukan apa-apa, kamu tak akan bisa melakukannya, kamu bodoh, tidak ada orang yang mengasihimu, kamu tidak pantas, orang tuamu membencimu, teman-temanmu tidak senang akan kehadiranmu, mereka tidak senang jika engkau berbicara, hidupmu sia-sia', semua itu adalah akibat luka-luka dari segala dosa dan penghakiman yang kita perbuat ataupun yang kita dapatkan.

Dan yang sering tidak kita sadari adalah darimanakah asal semuanya itu. Alkitab mengatakan:

Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas (sorga), diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran (Bapa tidak pernah berubah, selalu baik). (Yakobus 1:13,17)

Maka sungguh jelas bahwa semua pikiran dan bisikan-bisikan yang menghancurkan tadi berasal dari iblis. Dan tentunya kita tidak ingin diperbudak oleh iblis, dengan segala ketakutan yang ia berikan dan segala kebohongan yang ia utarakan terhadap kita, baik dari pikiran kita sendiri maupun dari orang-orang di sekeliling kita.

Tanpa kita sadari, segala penghakiman dan dosa-dosa (serta hal-hal yang dihasilkannya) yang terjadi telah membuat kita lupa akan kebenaran yang sesungguhnya. Allah, sumber kasih dan kebenaran, dalam Yesus Kristus, berfirman:

"Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7)

Seluruh rambut kita terhitung oleh Allah, dalam arti Allah menyadari sampai sedetil setiap rambut kita yang bahkan tidak kita pedulikan sekalipun. Burung pipit, dahulu adalah burung yang tidak berarti, dijual seringkali diikat atau dengan tusuk sate lima ekor sekaligus dengan harga dua peser uang logam tembaga yang sangat kecil nilainya, seakan-akan hampir tidak ada artinya pada zaman itu. Namun satu ekorpun tidak ada yang dilupakan oleh Allah.

Bayangkan betapa berharganya kita dimata Allah. Ia menciptakan kita dengan dengan dasyat dan ajaib (buka Mazmur 139:13-14). Dan Ia menciptakan kita hanya sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat-Nya (buka Ibrani 2:7). Dan bahkan Ia menciptakan kita hampir sama dengan diri-Nya sendiri, dan memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat (buka Mazmur 8:5-6). Dan Ia memberi kita kuasa atas segala ciptaan-Nya di dunia ini (buka Kejadian 1:26). Siapakah kita ini sebenarnya sehingga Allah mengingat dan memerhatikan kita? Siapa sebenarnya kita sehingga Ia memberikan segala yang indah untuk kita? Betapa Allah sungguh mengasihi kita, dan betapa kita berharga di mata-Nya!

Jika kita bertanya, "Bagaimana mungkin Allah mengingat semua rambut kita? Itu sesuatu yang mustahil," maka jelas bahwa pikiran kita masih adalah pikiran duniawi. Firman Allah mengajarkan kita untuk memikirkan perkara-perkara surgawi, bukan perkara duniawi (Kolose 3:1-2). Jika kita masih berfikir bahwa itu tidak mungkin, kita belum melihat segalanya dengan iman. Sebab, Yesus berkata bahwa segala sesuatu mungkin bagi Allah (buka Matius 19:26). Karena seberapa jauh kita berusaha untuk mencari penjelasan akan semua hal dan menyalahkan semuanya karena tidak masuk akal atau tidak sesuai logika, semakin kita menyadari bahwa sangat sedikitlah yang telah kita mengerti tentang perkara yang diatas (melalui ilmu pengetahuan, matematika, dan segala sesuatu yang dilakukan oleh para ilmuan, terutama yang tidak mengenal Allah). Saya tidak menyalahkan para ilmuan akan segala yang telah mereka perbuat, namun hal-hal tersebut (sains, teknologi, dsb) tidak seharusnya membuat mereka tidak percaya bahwa Allah sungguh hidup. Dan seringkali, segala usaha untuk membuktikan keberadaan Allah itulah yang membuat mereka tidak percaya. Ia yang menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini, setiap elemen yang ada, segala partikel air, udara, setiap atom yang ada, bahkan setiap sel dalam tubuh kita, pikiran kita, perasaan kita. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang mustahil bagi-Nya?

Satu lagi hal yang sering kita lupakan dan kita anggap remeh. Yesus, Putra Allah sendiri, karena kasih-Nya yang sungguh besar pada kita (besarnya sungguh besar hingga seluruh kata di dunia ini tidak akan cukup untuk menggambarkannya), rela turun ke dunia, menjadi manusia seperti kita, mengajarkan kepada kita ajaran kasih dan pengampunan-Nya, menderita seperti kita sebagai manusia, bahkan mengalami penderitaan yang jauh melebihi yang kebanyakan dari kita alami, hingga wafat di salib untuk menebus dosa-dosa kita. Ia yang tak berdosa rela menjadi dosa agar kita boleh dibenarkan oleh Allah (buka 2 Korintus 5:21). Selama kira-kira tiga hingga enam jam Ia bergantung diatas kayu salib dengan paku di tangan dan kaki-Nya, diolok, dihina, diludahi (buka Markus 15:25-33). Bahkan Ia rela untuk terpisah dengan Bapa karena dosa-dosa kita ketika Ia berada diatas kayu salib pada saat Ia berseru "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (buka Markus 15:34).

Yesus yang adalah Allah sendiri, yang sebagai Allah yang mulia dan kekal dan pada hakikatnya tidak mengalami penderitaan, yang seharusnya tidak perlu menderita sama sekali, membayar hutang kita karena dosa-dosa yang telah kita perbuat agar kita boleh memulai hidup baru di dalam Dia. Ia yang seharusnya tidak dapat mati karena Ia sendiri adalah hidup (buka Yohanes 14:6), rela menjadi manusia yang dapat mengalami kematian, sama seperti kita. Ia sendiri yang adalah satu dengan Bapa, mau mengalami kelemahan dalam tubuh manusia dan harus menyerahkan diri seutuhnya kepada Bapa untuk melakukan kehendak-Nya (buka Matius 26:37-39), sama seperti kita. Ia yang adalah Allah sendiri menjadi sama seperti kita manusia yang lemah demi melakukan segalanya untuk kita!

Semua ini dilakukan-Nya karena kita sungguh berharga bagi-Nya, dan Ia ingin kita kembali bersatu dengan-Nya bersama Bapa di sorga. Yesus berkata:

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini (umat manusia), sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Allah sungguh-sungguh mengasihi kita dan kasih-Nya melebihi segala sesuatu. Kasih Allah pada kita tidak berkesudahan (buka Mazmur 136) bagi kita yang mengasihi-Nya (dalam arti juga melakukan kehendak-Nya; buka Yohanes 14:23) dan percaya kepada-Nya.

Dan satu hal lagi yang harus kita ingat, bahwa tiada kuasa apapun (yang dapat kita bayangkan maupun yang tidak dapat kita bayangkan) yang bisa memisahkan kita dari kasih-Nya yang kekal untuk kita. Yang harus kita lakukan adalah percaya dan melakukan kehendak-Nya.

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:37-39)

Mengetahui ini semua, dan menyadarinya dalam setiap langkah hidup kita, kita tidak perlu takut akan segala pikiran ataupun cemooh yang mengatakan bahwa kita tidak berharga. Kita tidak perlu menghakimi sesama kita, melainkan kita harus mendoakan sesama kita. Kita perlu mengingatkan diri kita sendiri dan sesama kita bahwa kita semua berharga di mata Allah dan Allah sungguh mengasihi kita hingga memberikan kepada kita dengan cuma-cuma segala kasih dan karunia yang telah Ia limpahkan untuk kita, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari.

Seorang yang dahulunya meragukan keberadaan Allah bernama Crystal McVea, meninggal pada tahun 2009, mendapat karunia ke surga dan bertemu Yesus, dan kemudian kembali ke dunia. Ia menggambarkan besarnya kasih Allah pada kita dalam bukunya Waking Up in Heaven: A True Story of Brokenness, Heaven, and Life Again sebagai berikut:

"God is real, and we are all worthy of his love and salvation because he finds us worthy (Tuhan itu nyata, dan kita semua sungguh berharga untuk menerima kasih dan keselamatan-Nya karena Ialah yang merasa bahwa kita berharga)." (McVea 274)

Maka mulai dari saat ini juga, ketika kamu mendengar segala kebohongan iblis dalam pikiranmu yang mengatakan bahwa kamu tidak berharga, katakanlah dalam hatimu, "Enyahlah iblis, sebab aku tahu kebenarannya, bahwa Aku berharga bagi Allah." Ketika iblis membuatmu takut, ingatlah bahwa Allah menyertaimu kapanpun dan dimanapun (Matius 28:20), bahkan disaat-saat tergelapmu sekalipun, Ia ada di sana, dan malaikat-malaikat-Nya selalu Ia utus untuk menjaga kita (Mazmur 91:10-11), bahkan sekarang saat kamu membaca artikel ini, saat ini juga. Jika orang lain menghakimi kamu, janganlah berbalik menghakimi mereka, melainkan ampunilah mereka dan doakanlah mereka. Ketahuilah selalu bahwa Allah sungguh mengasihi kita dan kita berharga di mata-Nya, dan jangan pernah lupa.

Tuhan mengasihi kita semua, anak-anak-Nya, selama-lamanya.

Mengasihi Allah: Melaksanakan Kehendak-Nya

Mengasihi Allah: Melaksanakan Kehendak-Nya Religious Tommy Helvin Aldrick Kedatangan Yesus,Yesus,Kasih,kehendak Allah,Mengasihi sesama,Kerajaan Allah,Ajaran Yesus,Mengampuni,Mengasihi,Mengasihi Allah
Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, - karena barang siapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa -, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah. (1 Petrus 4:1-2) 

Perkataan di atas dituliskan oleh Simon Petrus, salah seorang dari murid Yesus yang paling dekat dalam pelayanan-Nya di dunia sebagai manusia (Tuhan yang turun ke dunia sebagai manusia untuk menebus dosa kita).

Dunia ini bersifat sementara, dan waktu kita sangat singkat. Petrus mengingatkan kita untuk berhenti berbuat dosa dan mulai (bagi yang belum memulai) melaksanakan kehendak Tuhan untuk hidup kita, dan juga perintah-perintah-Nya. Dan bagi yang telah memulai, tetaplah melakukan kehendak-Nya hingga Yesus datang kembali (buka Yohanes 14:1-4).

Di dalam dunia ini, kita sadar bahwa kita hidup dalam wujud manusia. Kita juga tahu bahwa kita memiliki jiwa, yang membuat kita merasakan emosi (senang, cinta, marah, benci, takut), memiliki gairah dan nafsu, dan juga membuat kita dapat berfikir, membuat keputusan, dan hal-hal kognitif (berhubungan dengan pikiran) lainnya. Namun, walaupun wujud kita yang terlihat adalah manusia (daging; tubuh), dan perasaan kita berasal dari jiwa kita, mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa kita juga memiliki roh. Roh menerima kesan dari hal-hal duniawi melalui jiwa (dapat dikatakan sebagai perantara segala hal yang dari dunia material kepada roh).

Dan tubuh itu sementara. Namun roh, kekal. Tubuh (daging) dapat binasa, namun roh tidak dapat binasa. Paulus mengilustrasikannya sebagai berikut dalam surat keduanya kepada umat di Korintus:

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. (2 Korintus 4:18)

Sangat jelas bahwa tubuh dapat binasa, karena kita dapat menyaksikannya dengan penglihatan kita sendiri, bahwa tubuh manusia yang telah meninggal, yang terbuat dari debu dan tanah (buka Kejadian 2:7), kembali bersatu dengan tanah setelah dikubur (buka Pengkhotbah 12:7) ataupun dibakar saat mengkremasi atau pengabuan. Namun roh, yang tidak dapat kita lihat, akan tetap ada. Roh akan kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.

Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh (Roh Allah), maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging - karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh (Roh Allah), maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat. (Galatia 5:16-18)

Keinginan roh bertentangan dengan keinginan tubuh kita. Saya yakin kita sering mengalaminya, walaupun kita seringkali tidak menyadarinya. Ketika ada orang yang memaki kita, keinginan daging kita adalah untuk memaki kembali. Ketika kita melihat orang lain lebih kaya dari kita, keinginan tubuh kita adalah iri terhadap orang tersebut dan kemudian berusaha mencari uang atau kekayaan duniawi lainnya, sebanyak-banyaknya, sehingga menyamai orang itu, atau bahkan yang lebih buruk lagi adalah mencari kekayaan tersebut dengan cara-cara yang tidak dikehendaki Tuhan seperti mencuri, membunuh, dan perbuatan dosa lainnya (buka Keluaran 20:1-17). Sama juga ketika kita melihat orang yang lebih mahir dari kita dalam melakukan sesuatu, dan situasi-situasi lain ketika kita merasa diri kita selalu kekurangan.

Kehendak Roh jelas bertentangan dengan kehendak tubuh kita. Jika orang memaki kita, Roh ingin kita memaafkan. Jika kita melihat orang yang sakit, Roh ingin kita menjenguk dan mendoakan mereka. Jika kita melihat orang yang miskin, Roh ingin kita membantu mereka, memberi mereka makanan atau pakaian, atau hal lain yang tidak mereka miliki. Jika kita bertemu dengan orang yang membutuhkan tumpangan, Roh ingin kita memberikannya kepadanya dengan hati yang tulus.

Dengan ini kita tahu bahwa jelas tubuh kita (daging kita) akan menderita jika kita menuruti kehendak Roh. Tidak harus penderitaan fisik seperti luka, memar dan semacamnya, namun juga penderitaan karena menentang apa yang diingini oleh tubuh (hawa nafsu, pembalasan dendam, melakukan hal-hal yang memberi kenikmatan sementara, dsb). Namun hal-hal yang menentang keinginan duniawi itulah yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Semua hal-hal yang berdasarkan pada kasih, yang berasal dari Allah, itulah yang Roh Allah ingin kita lakukan. Yesus sendiri berkata kepada Petrus dan dua anak Zebedeus saat Ia berdoa di taman Getsemani malam sebelum Ia ditangkap, bahwa roh memang penurut, tetapi daging lemah (buka Matius 26:41). Maksud Yesus ialah roh kita berpihak pada kebenaran dan hal-hal yang bersifat kekal, namun daging kita mengelak dari kebenaran dan mengingini hal-hal duniawi dan didasari dengan kebohongan, kejahatan, hawa nafsu, dan lain sebagainya yang bersifat sementara. Daging lebih senang pada hal-hal seperti itu (gengsi, iri hati, menyombongkan diri, menganggap diri lebih berharga dari orang lain, dsb). Maka dengan pengertian ini, kita tahu mengapa Yesus berkata demikian kepada murid-murid-Nya, termasuk kita:

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:24-26)

Tuhan tidak mengatakan kita akan selalu senang dalam dunia ini jika melakukan kehendak-Nya, namun Ia menegaskan kepada kita bahwa dengan melakukan kehendak-Nya (menyangkal keinginan duniawi kita dan memikul salib kita) kita akan beroleh hidup dalam Dia. Tidak ada yang bisa kita bayar untuk mendapatkan hidup kita kembali. Kekayaan dunia apapun tidak akan bisa mengembalikan hidup kita. Hanya melakukan kehendak Allahlah yang dapat membawa kita kepada kehidupan yang sebenarnya di dalam Kerajaan-Nya.

Yesus berkata bahwa mengasihi Allah berarti juga melaksanakan perintah-perintah-Nya (buka Yohanes 14:15). Semakin kita menaati perintah Allah, semakin kita dapat mengasihi Allah dan menyadari betapa besar kasih-Nya bagi kita. Semakin kita melaksanakan kehendak-Nya, semakin kita mengerti apa yang Ia maksudkan dengan sabda-Nya yang mengatakan bahwa 'rencana-Nya itu sempurna' (buka Mazmur 18:30). Semakin kita mengasihi Allah dan sesama kita, semakin kita menyadari betapa berarti pengorbanan Yesus di kayu salib demi menebus dosa-dosa kita agar kita boleh kembali bersatu dengan Bapa di sorga.

Salah satu peristiwa yang memberi kita gambaran yang sangat jelas mengenai melaksanakan kehendak-Nya adalah ketika Yesus menampakkan diri-Nya untuk ketiga kalinya dihadapan murid-muridnya setelah Ia bangkit dari antara orang mati:

Di pantai berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain. Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa. Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada." Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu. Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu." Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak. Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu bahwa Ia adalah Tuhan. Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu. (Matius 21:2-13)

Para murid tidak memprotes ataupun berkomentar sama sekali ketika Yesus menyuruh mereka memindahkan jalanya ke sebelah kanan perahu. Mereka tidak berfikir yang macam-macam, seperti 'bagian kiri dan bagian kanan perahu sama saja, tak akan ada pengaruh', atau bertanya 'bagaimana mungkin bisa mendapat ikan hanya dengan memindahkan posisi jala?' Mereka hanya melakukan apa yang Yesus kehendaki, dan disitulah kemuliaan Allah dinyatakan, ketika kita melakukan kehendak-Nya dengan iman, seperti yang dilakukan murid-murid-Nya. Bahkan, jumlah ikan yang mereka dapatkan melebihi yang mereka perlukan hingga mereka kesulitan mengangkat jala tersebut.

Ini mengajarkan kita untuk mempercayakan hidup kita pada Allah sepenuhnya, tanpa komentar, tanpa protes, mengetahui bahwa Ia tahu yang kita perlukan, apa yang terbaik untuk kita anak-anak-Nya, bahkan sebelum kita meminta kepada-Nya (buka Matius 6:8). Bapa adalah Bapa yang sempurna, Bapa yang baik, dan kasih-Nya kekal (tidak terbatas; bawasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya; Mazmur 136). Kita yang berdosa tahu memberikan yang baik kepada anak-anak kita, apalagi Bapa kita di sorga (buka Lukas 11:11-13). Ia tahu apa yang kita butuhkan dan akan memberikan yang terbaik untuk kita.

Yesus sendiri bahkan tidak melakukan kehendak-Nya sendirian di dunia ini, melainkan Ia melakukan atas persetujuan dengan kehendak Bapa di sorga. Segala yang Ia lakukan adalah seturut kehendak Bapa. Ia sebagai manusia pun merasakan lemahnya tubuh atau daging ketika Ia berdoa kepada Bapa di taman Getsemani mengenai apakah semuanya (peristiwa penyaliban-Nya dan segala penderitaan-Nya ketika Ia yang tanpa dosa menjadi dosa karena dosa-dosa manusia; buka 2 Korintus 5:20-21) dapat dibatalkan. Namun Ia tetap setia kepada Bapa dan melakukan apa yang Ia harus lakukan, seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Nya:

Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39)

Kehendak Bapa, seperti yang telah dinubuatkan oleh para nabi dalam perjanjian lama, adalah bahwa Yesus harus wafat dan bangkit agar segala dosa kita boleh dihapuskan, dalam kata lain, Yesus harus harus meminum cawan yang telah diberikan oleh Bapa di sorga. Kita pun harus belajar seperti Yesus, terutama dalam setiap doa kita, untuk meminta agar kehendak Allahlah yang terjadi, bukan kehendak kita sendiri.

Kita tidak perlu khawatir apakah kita pantas melaksanakan kehendak-Nya karena kita berdosa, karena dosa-dosa kita yang lampau, atau hal lain yang membuat kita berfikir kalau kita tidak layak. Yesus telah wafat untuk kita. Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk kita agar kita dibebaskan dari dosa dan kita yang melaksanakan kehendak-Nya boleh merasakan kasih-Nya yang selalu mengalir bagi kita dan tidak akan dapat dipisahkan oleh kuasa apapun yang pernah ada (buka Roma 8:37-39). Tidak heran kenapa Tuhan memilih Paulus, yang dulunya walaupun orang yang religius, namun ia adalah penganiaya para pengikut Kristus. Namun, Yesus mengampuni-Nya dan menjadikannya salah satu pewarta Kerajaan-Nya yang banyak membawa perubahan pada dunia, bahkan menuliskan beberapa surat dalam Kitab Suci. 

Maka dengan ini, Tuhan ingin memberi tahu kita bahwa seberapapun dosa kita saat ini, jika kita bertobat dengan tulus hati, menyerahkan hidup kita pada-Nya dan melaksanakan kehendak-Nya, Allah yang selalu mengasihi kita akan mengampuni dosa kita tanpa keraguan dan menyucikan kita dari segala yang jahat (buka 1 Yohanes 1:9).

Dengan ini, kita tahu mengapa Petrus dalam suratnya yang pertama (seperti yang tertera pada awal artikel ini) mengingatkan kita untuk menggunakan waktu kita yang tersisa untuk melakukan kehendak Allah dan bukan untuk keinginan duniawi. Kita diciptakan Allah untuk sorga, untuk menerima kasih-Nya yang tak berkesudahan. Kasihilah Allah dan sesamamu, berilah kepada mereka yang membutuhkan. Mulailah dengan orang-orang terdekat disekelilingmu, karena itulah alasan akan kehadiran mereka dalam hidupmu. Lakukanlah kehendak Allah, lakukan hal-hal yang menyenangkan Dia yang sangat mengasihi kita hingga menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, dan kita akan melihat kemuliaan-Nya berkarya dalam hidup kita.

Tuhan menyertai kita.

Yesus Mengajarkan: Kasihilah Musuhmu (Lukas 6:27-36)

Yesus Mengajarkan: Kasihilah Musuhmu (Lukas 6:27-36) Religious Tommy Helvin Aldrick Kedatangan Yesus,Yesus,Kasih,kehendak Allah,Mengasihi sesama,Cari,Mendapat,Doa,Bapa Kami,Kerajaan Allah,Ajaran Yesus,Mengampuni,Mengasihi,Memberkati,Gengsi
Salah satu ajaran mulia Yesus tentang kasih adalah untuk mengasihi musuh kita, mendoakan mereka, memberkati mereka (atau yang sebenarnya kita lakukan dengan memberkati adalah meminta Bapa untuk memberkati mereka), serta berbuat baik pada mereka. Yang dimaksud Yesus dengan 'musuh' disini adalah orang-orang yang menyakiti kita, mengutuk, menganiaya, membenci kita, memaki, dan memperlakukan kita secara tidak benar, tidak adil, dan tidak sepantasnya. Ini Yesus katakan saat Ia mengajarkan murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari berbagai tempat untuk mendengarkan-Nya dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; serta yang dirasuki roh-roh jahat boleh disembuhkan (buka Lukas 6:17-18).

"Tetapi kepada kamu yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28)

Apa yang kita kehendaki dalam keseharian kita seringkali bukan apa yang diajarkan Yesus. Secara alamiah (kehendak tubuh atau daging kita) kita ingin membalas mereka. Jika ada yang menampar kita atau meninju kita, kita ingin membalas mereka. Bahkan kita belajar bela diri dan bahkan ilmu-ilmu hitam untuk bisa membela diri kita, melindungi diri kita sendiri. Dan seringkali, kekuatan-kekuatan dan keterampilan tersebut malah membawa semakin banyak kejahatan. Ini memisahkan kita dari kenyataan bahwa Tuhan selalu melindungi kita dan kita tidak harus berusaha sendirian. Ini membuat kita tidak sadar kalau Tuhan selalu ada untuk kita, melindungi kita, dimanapun dan kapanpun (buka Yosua 1:9).

Namun tantangannya adalah (bukan hanya tantangan, tetapi keharusan, sebagai murid Kristus) untuk mengampuni mereka dan berbuat yang baik pada mereka.

Terkadang mungkin kita merasakan banyak ketakutan. Kita takut jika kita mengampuni atau memaafkan musuh-musuh kita, kita akan terus dilukai dan dipandang rendah oleh orang, dikatakan 'sok pemaaf', 'sok lemah lembut', 'sok pahlawan', dan lain sebagainya. Kita gengsi akan martabat kita, akan nama kita apabila dijatuhkan, akan kedudukan kita, harga diri kita. Namun kita tidak perlu takut, karena Tuhan justru berkata:

"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Matius 5:10)

Semua yang dikatakan Yesus, semua yang ada dalam Kitab Suci, semua firman Allah, adalah kebenaran. Semua yang berasal dari Allah, adalah kebenaran. Maka, tidak ada yang perlu kita takutkan atau kuatirkan. Orang yang dicela dan dihina oleh sebab kebenaran akan Yesus, mereka adalah tuan (memiliki martabat yang tinggi) dalam Kerajaan Allah.

Salah satu dari ilustrasi yang diberikan Yesus mengenai bagaimana cara mengasihi musuh-musuh kita (mereka yang menganiaya kita) adalah sebagai berikut:

"Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu." (Lukas 6:29-30)

Sangat jarang kita menemukan orang yang dapat melakukan hal ini (memberi kepada orang yang menyakiti kita, tanpa mengharapkan imbalan atau menuntut balasan) dalam budaya yang semakin dipenuhi dengan pekerjaan iblis, atau yang Yesus umpamakan sebagai rumput-rumput liar atau lalang yang tumbuh diantara gandum, yang Yesus umpamakan sebagai anak-anak Kerajaan Allah (Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum; buka Matius 24:24-30;36-43). Namun Yesus berkata bahwa anak-anak Allah akan terus bertumbuh dalam kebaikan dan kebenaran Allah diantara rumput-rumput liar disekelilingnya. 

Kita sebagai anak-anak Allah, tidak perlu takut dan khawatir, karena Allah selalu beserta kita, seperti yang saya katakan sebelumnya. Kita tidak perlu memikirkan apa yang orang lain pikirkan karena kita tahu kebenarannya dalam Yesus. Kita tidak perlu mengikuti orang lain untuk menyenangkan mereka karena yang seharusnya kita lakukan adalah perbuatan yang menyenangkan Allah, yang menciptakan kita serupa dengan Dia (buka Kejadian 1:26-27). Maka jika kamu disakiti, ampunilah mereka, jangan menanamkan keinginan untuk membalas, dan serahkan pada Tuhan segala rasa benci yang timbul dalam hatimu terhadap mereka. Mintalah pengampunan kepada Tuhan, maka Ia akan mengampunimu dan orang yang menyakitimu. Inilah kasih.

Yesus juga mengajarkan kita apa yang sering kita dengarkan dalam dunia moderen tentang kebijaksanaan:

"Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka." (Lukas 6:31)

Dalam bahasa sehari-hari kita, Yesus ingin mengatakan 'berbuatlah kepada orang lain apa yang kamu ingin orang lain perbuat terhadap kamu.' Berilah kepada orang lain apa yang kamu ingin orang lain berikan kepadamu. Inilah penjelasan lanjutan dari Yesus untuk memudahkan kita mengerti bagaimana mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (buka Matius 22:39).

"Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak." (Lukas 6:32-34)

Jika kita hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, kita tidak ada bedanya dengan orang-orang berdosa dan orang-orang yang tidak percaya akan Allah. Kita sama saja dengan orang-orang yang menyembah berhala, pemabuk, pemerkosa, pembunuh, karena merekapun mengasihi orang yang mengasihi mereka, memberi kepada orang yang memberi kepada mereka, namun mereka meminta imbalan. Ketika mereka mengasihi dan memberi, mereka juga mengharapkan bayaran atas segala yang telah mereka berikan. Namun Yesus ingin mengajarkan kasih yang abadi, kasih yang berasal dari kebenaran, kasih Allah, kasih sorgawi, yang memberi dan tidak mengharapkan balasan.

"Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:35-56)

Yang harus kita perbuat setelah memberi bukanlah menunggu imbalan, namun buanglah segala rasa 'ingin dibayar kembali' itu dan berilah dengan tulus hati tanpa mengharapkan balasan atas segala yang telah kamu berikan itu. Kita tidak perlu takut kehabisan uang, atau takut kehabisan makanan, pakaian, dan kebutuhan duniawi lainnya, karena Bapa tahu segala yang kita butuhkan, dan Ia akan memberikannya kepada kita. Namun kita harus mencari Allah terlebih dahulu, dan melakukan kehendak-Nya yang Ia rancang untuk hidup kita masing-masing (setiap orang berbeda-beda berdasarkan karunia yang Tuhan berikan; buka Roma 12:3-8), melakukan apa yang Ia ajarkan melalui Kitab Suci, dan segala hal lain yang kita perlukan akan Tuhan sediakan untuk kita (buka Matius 6:25-32).

Maka akhir kata, Tuhan adalah Kasih (buka 1 Yohanes 4:8). Jika kita tidak mengasihi, kita tidak mengenal Allah yang adalah Kasih itu sendiri. Allah mengasihi kita, dan Ia ingin kita merasakan kasih-Nya dan juga mengasihi sesama kita agar kita semua yang tersesat karena dosa, kembali bersatu dengan Kasih, kembali bersatu dengan Bapa, seperti Yesus dan Allah Bapa adalah satu (buka Yohanes 10:30). Kasihilah sesamamu, ampunilah mereka yang bersalah kepadamu, jangan membalas, jangan menuruti kehendak dagingmu maupun kehendak iblis, tapi berdoalah bagi mereka yang menyakitimu, berkatilah mereka dan berbuatlah baik terhadap mereka. Maka dengan itu, kamu melakukan apa yang dikehendaki oleh Bapa di sorga.

Tuhan beserta kita, selama-lamanya. Amin.