Pengampunan oleh Belas Kasihan: Kebenaran dalam Mengampuni Sesama

Allah kita adalah Allah yang maha pengasih. Kita mungkin sering tidak menyadari makna sebenarnya dari pernyataan tersebut dan kurang mengindahkannya. Kesibukan-kesibukan duniawi, dosa-dosa kita, menghindari kita untuk mengerti dan merasakan kasih Allah dalam hari-hari kita (buka Yesaya 59:2). Ketika kita mendengar orang membaca firman Allah, "Allah mengasihi kita semua" atau "Kasih-Nya tidak berkesudahan," mungkin kita menganggapnya terlalu remeh dan tidak berusaha mencari makna yang sesungguhnya terkandung dalam kebenaran itu. Seperti benih yang ditaburkan oleh penabur dan jatuh pada tanah yang berbatu-batu, kemudian kering dan layu oleh teriknya sinar matahari karena benih tersebut tidak berakar, firman Allah yang kita dengarkan mungkin seringkali tidak kita indahkan. Dan sebelum benih firman tersebut dapat tumbuh dalam hati kita, iman kita akan firman tersebut terguncang dan akhirnya kita melupakannya (Perumpamaan tentang Seorang Penabur; buka Matius 13:3-9,18-23).

Salah satu berkat, atau bahkan mungkin berkat yang mencakup semua berkat-berkat lainnya yang Allah karuniakan kepada kita adalah kasih-Nya. Allah sendiri adalah Kasih (buka 1 Yohanes 4:8). Maka, tidak heran mengapa Yesus berkata bahwa perintah yang paling besar yang Ia berikan pada kita adalah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita, serta mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (buka Markus 12:30-31), karena Ia ingin kita dan semua orang merasakan kasih-Nya yang luar biasa itu. Tidak ada perintah yang lebih utama dari pada yang dua ini. Ia adalah Kasih, dan Ia ingin menyatukan kita semua bersama Dia dalam kasih-Nya.

Dan karena kasih Allah yang begitu besar pada kita, Yesus menunjukkannya dengan menjalankan penderitaan yang Ia alami menjelang penyaliban serta wafat-Nya di Kalvari, persis sesuai dengan kehendak Bapa. Ia melaksanakan segalanya sebab Ia sangat mengasihi kita dan karena kita berharga di mata-Nya (buka Yesaya 43:4). Dan walaupun (jika kita pandang dengan perspektif duniawi kita) kita tidak pantas menerima pengampunan-Nya karena dosa-dosa kita yang begitu banyak, kita tetap berharga bagi-Nya dan Ia tetap mengalirkan kasih-Nya pada kita, karena Ia sendiri yang merasa bahwa kita berharga bagi-Nya. Segala yang Ia jalankan di Kalvari, segala penderitaan fisik maupun mental yang Ia rasakan, mulai dari diolok, diludahi, ditinju, dicambuk (buka Yohanes 19:1), hingga dipaku pada kayu salib, Ia melakukannya hanya untuk kita (walaupun mungkin dengan pemahaman duniawi kita yang terbatas kita belum dapat mengerti seutuhnya bagaimana pengorbanan Yesus dapat membawa pembebasan bagi kita dari segala dosa, namun itu tidak harus menjadi alasan yang menghindari kita untuk menerima kasih penyelamatan-Nya). Ia membukakan jalan bagi kita kepada Bapa, dan tanpa memandang dosa dan segala kesalahan terburuk yang mungkin pernah kita lakukan terhadap sesama maupun terhadap Dia sendiri, Ia bersedia membenarkan kita yang percaya kepada-Nya dihadapan Bapa. Betapa mulianya belas kasih Allah jika kita mau menerimanya! Inilah yang dimaksud dengan kasih yang tidak berkesudahan, yang tidak memandang kesalahan, tidak memandang ras, ataupun tempat, tidak peduli laki-laki ataupun perempuan, orang miskin ataupun kaya, dan yang paling penting, tidak menuntut balasan atau ganti rugi.

Nah, hal yang samalah yang Yesus ingin kita lakukan terhadap saudara-saudara kita, yaitu untuk mengasihi mereka seperti Allah telah mengasihi kita (buka Yohanes 13:34). Dan mari kita fokus pada satu hal yang sangat penting dalam mengasihi yang Yesus ajarkan. Salah satu cara mengasihi yang sering Yesus tekankan adalah untuk mengampuni sesama kita. Dalam artikelku yang berjudul Yesus Mengajarkan: Kasihilah Musuhmu (Lukas 6:27-36), terdapat beberapa penjelasan mengenai bagaimana mengasihi musuh-musuh kita dengan mendoakan dan memberkati mereka, seperti yang tertera dalam Kitab Suci. Namun, mengapa kita harus melakukannya? Mengapa kita harus mengasihi sesama kita dan mengampuni mereka meskipun kita disakiti, dan memaafkan mereka berapa kalipun mereka menganiaya kita?

Jawabannya adalah karena Allahlah yang telah dahulu mengasihi kita meskipun kita berulang kali berdosa dihadapan-Nya.

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah ia harus juga mengasihi saudaranya. (1 Yohanes 4:19-21)

Jika kita katakan dalam bahasa zaman sekarang, Allah itu invisible, atau tembus pandang. Dan ini sangat masuk akal, bahwa jika kita tidak mengasihi orang-orang disekitar kita yang dapat kita lihat, bagaimana mungkin kita mengasihi Allah yang tidak dapat kita lihat dengan mata jasmani? Kata orang zaman ini, "Yang bisa dilihat aja gak dikasihi, apalagi yang gak kelihatan wujudnya." Dan yang menakjubkan adalah, dengan mulai mengasihi sesama kitalah kita dapat merasakan betapa besar kasih Allah yang tidak terbatas itu terhadap kita semua manusia, tanpa terkecuali.

Yesus menggambarkan bagaimana Allah mengampuni kita jika kita mengampuni sesama kita dengan sebuah perumpamaan yang Ia katakan setelah Ia mengajarkan Simon Petrus untuk tidak pernah berhenti memaafkan orang yang bersalah kepadanya (buka Matius 18:21-22). Perumpamaannya adalah sebagai berikut:

"Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (Matius 18:23-27)

Talenta, pada zaman itu, merupakan ukuran mata uang yang sangat besar. Beberapa ahli menghitung satu talenta sebagai upah 20 tahun kerja seorang buruh, atau berkisar antara $1,000 hingga $30,000 mata uang zaman sekarang. Seperti raja tersebut melunaskan hutang hambanya yang sungguh besar itu, demikianlah Allah menghapuskan segala dosa kita yang mengakui segala kesalahan kita dan memohon pengampunan pada-Nya. Seorang raja yang adalah manusia biasa saja dapat berbelas kasih seperti itu, apa lagi Allah yang kasih-Nya tidak pernah habis untuk kita. Namun, apa yang hamba tersebut perbuat setelah raja tersebut mengampuninya?

"Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya." (Matius 18:28-30)

Mari kita refleksikan perbuatan hamba ini terhadap perbuatan kita masing-masing. Apa yang kita lakukan setelah Allah mengampuni dosa-dosa kita? Adakah kita mengampuni sesama kita, atau menghina dan memaksa mereka dengan kekerasan untuk mengganti rugi semua kesalahannya, kemudian menghukum mereka? Mengetahui Allah telah membebaskan kita dari segala dosa kita yang sungguh tak terhitung jumlahnya, apakah kita juga mengampuni dan mengasihi sesama kita yang berbuat dosa terhadap kita?

"Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapaku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (Matius 18:31-35)

Apabila kita tidak mengampuni sesama kita atas segala kesalahan mereka dengan penuh kasih dan ketulusan, Bapa juga tidak akan mengampuni kita. Melalui perumpamaan ini, Yesus menggambarkan dengan begitu nyata bagaimana kasih Allah bekerja dalam pengampunan. 

Sama seperti ketika kita melihat seorang anak kecil yang bersalah pada kita dengan memecahkan layar handphone kita yang begitu mahal karena kecerobohannya, dan kita hendak menghukumnya. Dan pada saat yang bersamaan seorang teman anak kecil itu tidak sengaja memecahkan mainan robotnya yang begitu berharga baginya. Kemudian temannya itu merasa bersalah, membungkuk, membereskan mainan yang telah pecah itu, dan meminta maaf padanya. Dan seketika itu juga anak yang memecahkan handphone kita itu membantu temannya merapikan mainan itu, mengangkatnya untuk berdiri, merangkul bahunya dan berkata, "Tidak apa, aku udah maafin kok." Temannya pun tersenyum haru. Anak itu melanjutkan, "Hei cuaca sangat sejuk, ayo kita main sepeda!" Dan mereka segera melupakan apa yang telah terjadi. Betapa kita ingin memaafkan kesalahan anak yang telah memecahkan handphone kita itu karena ia juga telah memaafkan temannya! Inilah contoh kuasa kasih dalam pengampunan, seperti raja dalam perumpamaan yang Yesus berikan diatas.

Allah adalah satu-satunya pembuat hukum, dan Ia adalah Hakim itu sendiri (buka Yakobus 4:12). Ia yang berkuasa menentukan siapa yang akan diselamatkan dan dibinasakan, siapa yang akan memperoleh hidup kekal bersama-Nya dan siapa yang akan dicampakkan kedalam api neraka. Namun kebenaran yang menakjubkan dari kasih adalah kuasanya untuk mengalahkan penghakiman (buka Yakobus 2:13). Dan Allah yang adalah Kasih itu sendiri, akan selalu bersedia mengampuni kita apabila kita mengampuni sesama kita, seperti kita memaafkan anak yang menjatuhkan handphone kita tadi karena ia juga memaafkan temannya. Belas kasihan akan menang atas penghukuman, dan itulah keindahan dari Allah yang adalah sumber kasih itu sendiri. Ia akan selalu bersedia mengampuni apabila kita juga mengampuni sesama kita.

Mengetahui kuasa kasih Allah yang selalu mengalir untuk kita, baiknya kita pancarkan juga kasih-Nya terhadap sesama seperti bagaimana Ia memancarkannya pada kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk melatih kesabaran kita dalam segala tantangan dan godaan. Ia mengatakan:

"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." (Kolose 3:12-13)

Apapun yang orang perbuat terhadap kita, bagaimanapun mereka menyakiti hati kita, ampunilah mereka saat itu juga karena kita tahu bahwa Allah telah mengampuni kita terlebih dahulu, dan dengan itulah kita melaksanakan kehendak-Nya. Singkirkanlah segara kemarahan, kegeraman, kepahitan, fitnah, dan segala sesuatu yang disenangi oleh tubuh, yang pastinya mengarah kepada kejahatan dan kehancuran. Jadilah ramah dan penuh belas kasih terhadap sesama di dalam Kristus (buka Efesus 4:31-32).

Mungkin juga kita sering kali tidak begitu menyadari makna doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan, khususnya bagian "dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" (buka Matius 6:12). Di situlah kita disadarkan kembali setiap kali kita mendoakan doa tersebut, bahwa Allah mengampuni kita, dan kita juga sudah seharusnya mengampuni sesama kita.

Bagi yang masih sering mengutuk (mengucapkan kata-kata kasar dan tidak layak terhadap sesama), hentikanlah itu mulai dari saat ini juga, karena Allah sungguh tidak menyukainya. Seperti kata Santo Paulus, "Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (buka Roma 12:14,17-19). Bagi yang telah terbiasa mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya sehingga segalanya terjadi begitu spontan (misalnya ketika terserempet mobil, atau ketika disenggol, dsb, kata-kata tersebut langsung terlontarkan), mulailah perlahan-lahan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut, dimulai dengan niat. Jika kita berniat untuk mengubah kebiasaan tersebut, tentunya dengan meminta bimbingan Yesus, Ia pasti akan membantu kita. Dan ingat, tiada yang mustahil bagi-Nya apabila kita mau percaya pada-Nya (buka Matius 19:26). Yesus juga bahkan mengingatkan kita:

"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." [Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.] (Markus 11:25-26)

Jika ada kebencian di dalam hatimu terhadap seseorang, buanglah semuanya itu saat ini juga. Mintalah bantuan Yesus untuk memaafkannya, katakan pada Yesus, "Tuhan ajari aku untuk mengampuninya. Ampunilah aku atas segala dosaku terhadapnya, dan ampunilah juga dia atas segala kesalahan yang telah ia perbuat terhadapku seperti Engkau telah mengampuni dosa-dosaku. Berkatilah kami dan lindungi kami dari segala yang jahat." Berdoalah dan mintalah pada Yesus untuk membimbing kita mengingat segala kebencian di masa lalu yang mungkin telah kita lupakan dan tidak kita sadari saat ini. Perlahan-lahan Tuhan akan mengingatkan kita kembali, dan saat itu juga ampunilah mereka atas segala yang telah mereka perbuat terhadapmu di dalam nama Yesus, serta buanglah segala rasa benci yang masih ada dalam hatimu.

Maka aku berdoa, mulai dari saat ini, kamu yang sedang membaca artikel ini boleh dibimbing oleh Tuhan Yesus untuk dapat mengampuni sesamamu setiap kali mereka bersalah padamu, seperti Yesus yang mengampuni kita semua yang bersedia mengulurkan tangan pada-Nya, tanpa memandang dosa-dosa kita. Yesus berfirman:

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:44-45)

Tuhan menyertai kita semua, kini dan selama-lamanya. Amin. 

No comments:

Post a Comment