"Benar, Tuhan. Aku Ini Orang Berdosa, Kasihanilah Aku": Iman Sanggup Menyembuhkan (Markus 7:24-30)

Pagi ini aku membaca sebuah Injil dan Injil tersebut sangat menggerakkan hatiku untuk menuliskan ini. Seorang wanita yang anaknya kerasukan setan, merendahkan dirinya dihadapan Yesus dan memohon agar Ia menyembuhkan anaknya. Dan selalu, dan selama-lamanya, belas kasih Yesus berhasil menyembuhkan anak tersebut karena iman perempuan itu yang sungguh percaya. Banyak hal-hal yang dapat dipelajari yang akan kubagikan untukmu disini, dan mari kita mulai. Injilnya bercerita begini:

Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahui, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. (Markus 7:24-26)

Seperti kita sendiri, jika kita berada dalam posisi wanita tersebut, kita akan melakukan segala hal untuk dapat menyembuhkan anak kita yang sangat kita kasihi, mengetahui betapa tersiksanya anak kita oleh perbuatan setan itu yang merusak dirinya. 

Bayangkan, andai kata kamu dalam posisi tersebut, dan kamu adalah orang yang tidak percaya pada Allah. Kemudian datang seseorang, entah dari mana asalnya, melakukan banyak sekali mukjizat (menyembukan orang cacat dan sakit, mengusir roh-roh jahat), dan berita tersebut banyak diperbincangkan orang-orang sehingga akhirnya berita itu sampai pada dirimu. Dan ketika kamu mendengarnya dan mengetahui bahwa ada kemungkinan anakmu bisa disembuhkan, kamu langsung melakukan segala yang memungkinkan untuk mencari orang itu dan memohonkan pertolongannya. Itulah yang mungkin dirasakan oleh ibu tersebut. Ketika ia bertemu Yesus, ia langsung tersungkur dihadapan-Nya.

Kejadian ini juga dituliskan oleh Penginjil Matius, pada bab 15, ayat 21 hingga 28. Namun pada tulisan Matius, ada beberapa bagian penting yang dapat kita pelajari, yang tidak tertulis dalam Injil Markus:

Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." (Matius 15:22-24)

Perempuan itu memohon kepada Yesus dengan mendesak-desak karena ia sangat mengharapkan penyembuhan Yesus (bisa dibayangkan jika kita memohon kepada seseorang untuk menyembuhkan orang yang kita kasihi yang kerasukan setan), dan karena itu murid-murid Yesus mengusulkan untuk mengusir dia. Sebelum itu, Yesus hanya hening saja. Namun, Yesus tetap menjawab bahwa Ia datang untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang dari umat Israel. Yang dimaksud Yesus dengan umat-umat Israel adalah anak-anak keturunan Abraham, atau orang-orang Yahudi yang percaya pada Allah pada zaman itu.

Hal ini bukan berarti Yesus hanya ingin menyelamatkan umat Israel saja, namun mungkin Yesus ingin mengatakan bahwa Ia harus mengutamakan orang-orang yang percaya terlebih dahulu, seperti firman-Nya kepada murid-murid-Nya ketika ia mengutus kedua belas murid-Nya itu:

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: "Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat." (Matius 10:5-7)

Dahulu, kebanyakan orang Samaria termasuk orang-orang penyembah berhala dan tidak percaya pada Allah. Sebagian dari mereka percaya pada Allah karena menikahi keturunan-keturunan Yahudi, namun mereka tetap menyembah allah mereka sendiri.

Maka, setelah Yesus memberitakan injil pada orang-orang percaya dan mengadakan mukjizat-Nya dihadapan mereka (hingga mereka membenci injil-Nya, berbalik dari-Nya atau merasa bahwa mereka tidak layak yang menjadi alasan-alasan bagi mereka untuk menyalibkan Yesus, seperti yang telah terjadi), barulah Yesus memberitakan injil dan mengadakan mukjizat bagi orang-orang yang tidak percaya.

Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan tolonglah aku." (Matius 15:25)

Melihat keheningan dan penolakan Yesus yang pertama, perempuan itu tidak diam saja. Ia tetap percaya bahwa Yesus akan menyembuhkan anaknya dan Ia sanggup melakukannya.

Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenesia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Markus 7:26-27)

Disinilah kuasa kasih Allah bekerja kepada siapapun yang percaya dan dengan penuh iman meminta kepada-Nya. Setelah Yesus mendengarkan permohonan perempuan itu kedua kalinya setelah Ia menolaknya, Yesus menjawab seperti yang tertulis dalam Injil Markus diatas. Seperti yang sering Yesus lakukan, Ia berbicara dalam perumpamaan. Dalam hal ini, anak-anak yang Ia maksudkan adalah anak-anak Abraham atau orang Israel yang percaya pada-Nya, atau anak-anak Kerajaan [yang adalah orang-orang Yahudi yang tidak percaya pada Yesus, dan akhirnya menyalibkan-Nya] (buka Matius 8:12), seperti yang Ia maksudkan dengan domba-domba yang hilang sebelumnya. Dan kata 'anjing' dalam konteks ini berbicara tentang orang-orang yang tidak percaya pada Allah. Memang dahulu makna harafiah julukan 'anjing' yang digunakan orang Yahudi untuk para penyembah berhala adalah anjing-anjing liar yang najis. Namun, Yesus menghaluskan makna julukan tersebut. Jika diterjemahkan langsung dari Injil aslinya, arti dari kata anjing yang Yesus maksudkan adalah 'anjing rumahan (anjing rumah tangga) yang kecil' (little dogs; little whelps). Julukan ini dahulu digunakan oleh orang Yahudi untuk berbicara tentang orang-orang yang menyembah berhala dan tidak percaya pada Allah, yang sering dituliskan dalam Alkitab sebagai 'orang kafir'. Sedangkan roti, dimaksudkan sebagai mukjizat-mukjizat penyembuhan yang membawa kekenyangan jiwa dan raga (seperti sebuah roti pada dasarnya). 

Maka makna seluruhnya dari kalimat Yesus adalah (seperti yang Ia telah katakan sebelumnya) bahwa Ia harus mendahulukan anak-anak domba-Nya yang hilang terlebih dahulu, sebab tidak patut membagikan dahulu apa yang seharusnya diberikan untuk anak-anak (sehingga mereka kenyang dulu), kepada orang-orang yang tidak percaya.

Jika kita perhatikan dengan seksama sampai tahap ini, terdapat tiga tahap yang telah dialami perempuan ini dalam usahanya memohonkan penyembuhan dari Yesus untuk anaknya. Yang pertama adalah keheningan; "Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya." Yang kedua, penolakan; "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Dan yang ketiga, kritikan; "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing" (buka Matius 15:23-24,26). Berbagai alasan yang mungkin menjadi penyebab Yesus melakukan segalanya itu pada perempuan tersebut, namun salah satu alasan yang baik dan masuk akal adalah bahwa Yesus ingin menguji iman wanita itu. Dan apa yang dilakukan wanita itu melihat apa yang telah terjadi? Wanita itu tetap bersikeras untuk percaya, dan mukjizat Yesus pun dapat dinyatakan karena imannya.

Maka setelah itu juga, Yesus membuktikan kebenaran firman-Nya, bahwa siapa yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. Siapa yang miskin dihadapan Allah, ialah empu (tuan) dalam Kerajaan Sorga. Perempuan itu berkata:

Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang dibawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." (Markus 7:28)

Perempuan itu membenarkan apa yang Yesus katakan, tanpa memberi komentar negatif ataupun merasa direndahkan. Dan yang menakjubkan adalah ia bahkan merendahkan dirinya lebih lagi dengan mengatakan bahwa anjing dibawah meja juga memakan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak. Untuk mengerti makna dari kalimat ini, kita perlu membawa perspektif kita pada makna kiasan dari perumpamaan-perumpamaan dalam percakapan Yesus dengan perempuan ini, membandingkan makna sebenarnya dengan makna harafiahnya. Kita pasti memberikan kepada anak kita makanan terlebih dahulu ketika mereka lapar, dan tidak mungkin kita mengambil jatah makanan anak kita dan memberikannya kepada anjing peliharaan kita, membiarkan anak kita kelaparan. Dan yang perempuan itu inginkan hanyalah merendahkan dirinya, dengan menyampaikan bahwa anjing yang dibawah meja juga memakan makanan-makanan yang dijatuhkan oleh anak kita itu. Bahwa ia juga ingin menerima sedikit makanan (mukjizat penyembuhan Yesus, kasih Yesus) yang disisihkan oleh anak-anak itu untuknya, walaupun ia merasa hina dan tidak pantas.

Maka Yesus berkata kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Markus 7:29-30)

Maka ketika kita meminta apa yang baik pada Allah, merendahkan diri, dan percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah sanggup dan ingin melakukannya untuk kita, tiada yang mustahil bagi-Nya. 

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari wanita ini, terutama imannya. Mungkin dalam hidup kita, kita sering merasa bahwa Allah tidak mendengarkan. Atau mungkin, kita merasa Allah sama sekali tidak hadir dalam hidup kita. Namun ketahuilah, bahwa Ia sebenarnya mendengarkan. Dan terkadang Ia memiliki alasan yang baik untuk tetap diam saja, seperti yang Yesus lakukan pada perempuan itu. Semua yang Ia lakukan baik untuk kita sebab jalan-Nya sempurna (buka Mazmur 18:31), dan Ia tahu apa yang kita perlukan (buka Matius 6:8). Mungkin dosa kita yang memanipulasi keberadaan Allah dalam hidup kita, sehingga kita tidak bisa melihat dan merasakan karya kasih Allah dalam hidup kita. Atau mungkin ada alasan-alasan lain, yang kita sadari maupun yang tidak.

Namun kenyataannya, Allah sungguh mengasihi kita, dan Ia ingin kita semua percaya dan kembali pada dekapan kasih-Nya, serta menikmati kebenaran-Nya (buka 1 Timotius 2:4). Maka mulai dari sekarang ini juga, belajarlah dari iman perempuan ini. Mintalah pada Allah, rendahkanlah dirimu dihadapan-Nya [menyadari bahwa kita orang berdosa], dan percayalah bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Dan jika itu baik dimata-Nya, maka Ia pun tidak akan sungkan untuk mengabulkan permohonanmu demi kemuliaan-Nya, karena Ia sungguh mengasihi kita.

Tuhan Yesus mengasihimu, selamanya.

Pengampunan oleh Belas Kasihan: Kebenaran dalam Mengampuni Sesama

Allah kita adalah Allah yang maha pengasih. Kita mungkin sering tidak menyadari makna sebenarnya dari pernyataan tersebut dan kurang mengindahkannya. Kesibukan-kesibukan duniawi, dosa-dosa kita, menghindari kita untuk mengerti dan merasakan kasih Allah dalam hari-hari kita (buka Yesaya 59:2). Ketika kita mendengar orang membaca firman Allah, "Allah mengasihi kita semua" atau "Kasih-Nya tidak berkesudahan," mungkin kita menganggapnya terlalu remeh dan tidak berusaha mencari makna yang sesungguhnya terkandung dalam kebenaran itu. Seperti benih yang ditaburkan oleh penabur dan jatuh pada tanah yang berbatu-batu, kemudian kering dan layu oleh teriknya sinar matahari karena benih tersebut tidak berakar, firman Allah yang kita dengarkan mungkin seringkali tidak kita indahkan. Dan sebelum benih firman tersebut dapat tumbuh dalam hati kita, iman kita akan firman tersebut terguncang dan akhirnya kita melupakannya (Perumpamaan tentang Seorang Penabur; buka Matius 13:3-9,18-23).

Salah satu berkat, atau bahkan mungkin berkat yang mencakup semua berkat-berkat lainnya yang Allah karuniakan kepada kita adalah kasih-Nya. Allah sendiri adalah Kasih (buka 1 Yohanes 4:8). Maka, tidak heran mengapa Yesus berkata bahwa perintah yang paling besar yang Ia berikan pada kita adalah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita, serta mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (buka Markus 12:30-31), karena Ia ingin kita dan semua orang merasakan kasih-Nya yang luar biasa itu. Tidak ada perintah yang lebih utama dari pada yang dua ini. Ia adalah Kasih, dan Ia ingin menyatukan kita semua bersama Dia dalam kasih-Nya.

Dan karena kasih Allah yang begitu besar pada kita, Yesus menunjukkannya dengan menjalankan penderitaan yang Ia alami menjelang penyaliban serta wafat-Nya di Kalvari, persis sesuai dengan kehendak Bapa. Ia melaksanakan segalanya sebab Ia sangat mengasihi kita dan karena kita berharga di mata-Nya (buka Yesaya 43:4). Dan walaupun (jika kita pandang dengan perspektif duniawi kita) kita tidak pantas menerima pengampunan-Nya karena dosa-dosa kita yang begitu banyak, kita tetap berharga bagi-Nya dan Ia tetap mengalirkan kasih-Nya pada kita, karena Ia sendiri yang merasa bahwa kita berharga bagi-Nya. Segala yang Ia jalankan di Kalvari, segala penderitaan fisik maupun mental yang Ia rasakan, mulai dari diolok, diludahi, ditinju, dicambuk (buka Yohanes 19:1), hingga dipaku pada kayu salib, Ia melakukannya hanya untuk kita (walaupun mungkin dengan pemahaman duniawi kita yang terbatas kita belum dapat mengerti seutuhnya bagaimana pengorbanan Yesus dapat membawa pembebasan bagi kita dari segala dosa, namun itu tidak harus menjadi alasan yang menghindari kita untuk menerima kasih penyelamatan-Nya). Ia membukakan jalan bagi kita kepada Bapa, dan tanpa memandang dosa dan segala kesalahan terburuk yang mungkin pernah kita lakukan terhadap sesama maupun terhadap Dia sendiri, Ia bersedia membenarkan kita yang percaya kepada-Nya dihadapan Bapa. Betapa mulianya belas kasih Allah jika kita mau menerimanya! Inilah yang dimaksud dengan kasih yang tidak berkesudahan, yang tidak memandang kesalahan, tidak memandang ras, ataupun tempat, tidak peduli laki-laki ataupun perempuan, orang miskin ataupun kaya, dan yang paling penting, tidak menuntut balasan atau ganti rugi.

Nah, hal yang samalah yang Yesus ingin kita lakukan terhadap saudara-saudara kita, yaitu untuk mengasihi mereka seperti Allah telah mengasihi kita (buka Yohanes 13:34). Dan mari kita fokus pada satu hal yang sangat penting dalam mengasihi yang Yesus ajarkan. Salah satu cara mengasihi yang sering Yesus tekankan adalah untuk mengampuni sesama kita. Dalam artikelku yang berjudul Yesus Mengajarkan: Kasihilah Musuhmu (Lukas 6:27-36), terdapat beberapa penjelasan mengenai bagaimana mengasihi musuh-musuh kita dengan mendoakan dan memberkati mereka, seperti yang tertera dalam Kitab Suci. Namun, mengapa kita harus melakukannya? Mengapa kita harus mengasihi sesama kita dan mengampuni mereka meskipun kita disakiti, dan memaafkan mereka berapa kalipun mereka menganiaya kita?

Jawabannya adalah karena Allahlah yang telah dahulu mengasihi kita meskipun kita berulang kali berdosa dihadapan-Nya.

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah ia harus juga mengasihi saudaranya. (1 Yohanes 4:19-21)

Jika kita katakan dalam bahasa zaman sekarang, Allah itu invisible, atau tembus pandang. Dan ini sangat masuk akal, bahwa jika kita tidak mengasihi orang-orang disekitar kita yang dapat kita lihat, bagaimana mungkin kita mengasihi Allah yang tidak dapat kita lihat dengan mata jasmani? Kata orang zaman ini, "Yang bisa dilihat aja gak dikasihi, apalagi yang gak kelihatan wujudnya." Dan yang menakjubkan adalah, dengan mulai mengasihi sesama kitalah kita dapat merasakan betapa besar kasih Allah yang tidak terbatas itu terhadap kita semua manusia, tanpa terkecuali.

Yesus menggambarkan bagaimana Allah mengampuni kita jika kita mengampuni sesama kita dengan sebuah perumpamaan yang Ia katakan setelah Ia mengajarkan Simon Petrus untuk tidak pernah berhenti memaafkan orang yang bersalah kepadanya (buka Matius 18:21-22). Perumpamaannya adalah sebagai berikut:

"Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (Matius 18:23-27)

Talenta, pada zaman itu, merupakan ukuran mata uang yang sangat besar. Beberapa ahli menghitung satu talenta sebagai upah 20 tahun kerja seorang buruh, atau berkisar antara $1,000 hingga $30,000 mata uang zaman sekarang. Seperti raja tersebut melunaskan hutang hambanya yang sungguh besar itu, demikianlah Allah menghapuskan segala dosa kita yang mengakui segala kesalahan kita dan memohon pengampunan pada-Nya. Seorang raja yang adalah manusia biasa saja dapat berbelas kasih seperti itu, apa lagi Allah yang kasih-Nya tidak pernah habis untuk kita. Namun, apa yang hamba tersebut perbuat setelah raja tersebut mengampuninya?

"Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya." (Matius 18:28-30)

Mari kita refleksikan perbuatan hamba ini terhadap perbuatan kita masing-masing. Apa yang kita lakukan setelah Allah mengampuni dosa-dosa kita? Adakah kita mengampuni sesama kita, atau menghina dan memaksa mereka dengan kekerasan untuk mengganti rugi semua kesalahannya, kemudian menghukum mereka? Mengetahui Allah telah membebaskan kita dari segala dosa kita yang sungguh tak terhitung jumlahnya, apakah kita juga mengampuni dan mengasihi sesama kita yang berbuat dosa terhadap kita?

"Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapaku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (Matius 18:31-35)

Apabila kita tidak mengampuni sesama kita atas segala kesalahan mereka dengan penuh kasih dan ketulusan, Bapa juga tidak akan mengampuni kita. Melalui perumpamaan ini, Yesus menggambarkan dengan begitu nyata bagaimana kasih Allah bekerja dalam pengampunan. 

Sama seperti ketika kita melihat seorang anak kecil yang bersalah pada kita dengan memecahkan layar handphone kita yang begitu mahal karena kecerobohannya, dan kita hendak menghukumnya. Dan pada saat yang bersamaan seorang teman anak kecil itu tidak sengaja memecahkan mainan robotnya yang begitu berharga baginya. Kemudian temannya itu merasa bersalah, membungkuk, membereskan mainan yang telah pecah itu, dan meminta maaf padanya. Dan seketika itu juga anak yang memecahkan handphone kita itu membantu temannya merapikan mainan itu, mengangkatnya untuk berdiri, merangkul bahunya dan berkata, "Tidak apa, aku udah maafin kok." Temannya pun tersenyum haru. Anak itu melanjutkan, "Hei cuaca sangat sejuk, ayo kita main sepeda!" Dan mereka segera melupakan apa yang telah terjadi. Betapa kita ingin memaafkan kesalahan anak yang telah memecahkan handphone kita itu karena ia juga telah memaafkan temannya! Inilah contoh kuasa kasih dalam pengampunan, seperti raja dalam perumpamaan yang Yesus berikan diatas.

Allah adalah satu-satunya pembuat hukum, dan Ia adalah Hakim itu sendiri (buka Yakobus 4:12). Ia yang berkuasa menentukan siapa yang akan diselamatkan dan dibinasakan, siapa yang akan memperoleh hidup kekal bersama-Nya dan siapa yang akan dicampakkan kedalam api neraka. Namun kebenaran yang menakjubkan dari kasih adalah kuasanya untuk mengalahkan penghakiman (buka Yakobus 2:13). Dan Allah yang adalah Kasih itu sendiri, akan selalu bersedia mengampuni kita apabila kita mengampuni sesama kita, seperti kita memaafkan anak yang menjatuhkan handphone kita tadi karena ia juga memaafkan temannya. Belas kasihan akan menang atas penghukuman, dan itulah keindahan dari Allah yang adalah sumber kasih itu sendiri. Ia akan selalu bersedia mengampuni apabila kita juga mengampuni sesama kita.

Mengetahui kuasa kasih Allah yang selalu mengalir untuk kita, baiknya kita pancarkan juga kasih-Nya terhadap sesama seperti bagaimana Ia memancarkannya pada kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk melatih kesabaran kita dalam segala tantangan dan godaan. Ia mengatakan:

"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." (Kolose 3:12-13)

Apapun yang orang perbuat terhadap kita, bagaimanapun mereka menyakiti hati kita, ampunilah mereka saat itu juga karena kita tahu bahwa Allah telah mengampuni kita terlebih dahulu, dan dengan itulah kita melaksanakan kehendak-Nya. Singkirkanlah segara kemarahan, kegeraman, kepahitan, fitnah, dan segala sesuatu yang disenangi oleh tubuh, yang pastinya mengarah kepada kejahatan dan kehancuran. Jadilah ramah dan penuh belas kasih terhadap sesama di dalam Kristus (buka Efesus 4:31-32).

Mungkin juga kita sering kali tidak begitu menyadari makna doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan, khususnya bagian "dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami" (buka Matius 6:12). Di situlah kita disadarkan kembali setiap kali kita mendoakan doa tersebut, bahwa Allah mengampuni kita, dan kita juga sudah seharusnya mengampuni sesama kita.

Bagi yang masih sering mengutuk (mengucapkan kata-kata kasar dan tidak layak terhadap sesama), hentikanlah itu mulai dari saat ini juga, karena Allah sungguh tidak menyukainya. Seperti kata Santo Paulus, "Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (buka Roma 12:14,17-19). Bagi yang telah terbiasa mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya sehingga segalanya terjadi begitu spontan (misalnya ketika terserempet mobil, atau ketika disenggol, dsb, kata-kata tersebut langsung terlontarkan), mulailah perlahan-lahan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut, dimulai dengan niat. Jika kita berniat untuk mengubah kebiasaan tersebut, tentunya dengan meminta bimbingan Yesus, Ia pasti akan membantu kita. Dan ingat, tiada yang mustahil bagi-Nya apabila kita mau percaya pada-Nya (buka Matius 19:26). Yesus juga bahkan mengingatkan kita:

"Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." [Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.] (Markus 11:25-26)

Jika ada kebencian di dalam hatimu terhadap seseorang, buanglah semuanya itu saat ini juga. Mintalah bantuan Yesus untuk memaafkannya, katakan pada Yesus, "Tuhan ajari aku untuk mengampuninya. Ampunilah aku atas segala dosaku terhadapnya, dan ampunilah juga dia atas segala kesalahan yang telah ia perbuat terhadapku seperti Engkau telah mengampuni dosa-dosaku. Berkatilah kami dan lindungi kami dari segala yang jahat." Berdoalah dan mintalah pada Yesus untuk membimbing kita mengingat segala kebencian di masa lalu yang mungkin telah kita lupakan dan tidak kita sadari saat ini. Perlahan-lahan Tuhan akan mengingatkan kita kembali, dan saat itu juga ampunilah mereka atas segala yang telah mereka perbuat terhadapmu di dalam nama Yesus, serta buanglah segala rasa benci yang masih ada dalam hatimu.

Maka aku berdoa, mulai dari saat ini, kamu yang sedang membaca artikel ini boleh dibimbing oleh Tuhan Yesus untuk dapat mengampuni sesamamu setiap kali mereka bersalah padamu, seperti Yesus yang mengampuni kita semua yang bersedia mengulurkan tangan pada-Nya, tanpa memandang dosa-dosa kita. Yesus berfirman:

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:44-45)

Tuhan menyertai kita semua, kini dan selama-lamanya. Amin.